REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Fatwa Dar Al Ifta Mesir, Syekh Uwaidah Utsman menjawab pertanyaan soal hukum masturbasi di siang hari bulan Ramadhan.
Syekh Uwaidah mengatakan, praktik masturbasi, baik masturbasi dengan tangan atau dengan cara apapun hingga mengeluarkan air mani pada siang bulan Ramadhan, adalah perbuatan yang membatalkan puasa.
"Orang yang melakukannya harus bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah SWT. Jangan mengulang perbuatan tersebut," tutur dia seperti dilansir Masrawy, Sabtu (25/3/2023).
Mengutip fatwa resmi Dar Al Ifta, Syekh Uwaidah Utsman menjelaskan, masturbasi adalah keluarnya air mani tanpa berhubungan seksual. Ini adalah perbuatan yang jelas dilarang dalam syariat Islam.
Syekh Uwaidah menyampaikan, masturbasi itu perbuatan dosa, baik yang dilakukan oleh lelaki maupun perempuan. Perbuatan tersebut harus segera ditinggalkan dan bertaubat serta menjauhi kebiasaan buruk itu. Dan jangan pernah kembali mengulangi perbuatan ini.
Karena perbuatan masturbasi membatalkan puasa seseorang, lanjut Syekh Uwaidah, maka yang bersangkutan wajib mengganti atau mengqadha puasanya.
"Bertaubat dari dosa perbuatan ini dan dari dosa sengaja membatalkan puasa Ramadhan," terangnya.
Mazhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Zaidiyyah, secara tegas berpendapat masturbasi atau onani adalah haram dilakukan siapa pun. Dalilnya ialah firman Allah dalam surat An-Nur ayat 30-31. Bagi mereka, secara keseluruhan ayat-ayat tersebut menyuruh manusia memelihara alat kemaluannya pada semua keadaan, kecuali dengan istri maupun suami.
Dalam mazhab Hanafi, mereka berpendapat sama, yaitu masturbasi atau onani pada dasarnya haram. Namun, mereka membolehkan dalam keadaan tertentu di mana seseorang bisa terjerumus dalam tindakan keharaman yang lebih besar. Hukum masturbasi atau onani menurut mazhab Hanafi adalah haram dalam sebagian keadaan dan mubah dalam keadaan lain.
Madzhab Hanafi menggunakan kaidah fiqih dalam Syarh al-Qawâid al-Fiqihiyyah oleh Ahmad bin Muhammad al-Zarqâ bahwa jika bertentangan dua bahaya, maka dipinggirkan bahaya yang lebih besar dengan melaksanakan bahaya yang lebih ringan.
Sedangkan ulama Hanabilah memiliki pendapat yang sama dengan pendapat kedua, yakni madzhab Hanafi. Ulama Hanabilah umumnya mengatakan onani dengan tangan sendiri haram hukumnya, kecuali takut jika akan berbuat zina atau takut akan merusak kesehatan sedangkan ia tidak mempunyai istri dan tidak mampu menikah.
Namun, karena itu dilakukan terpaksa, perbuatan ini dilakukan seminimal mungkin dan tidak boleh berlebihan. Ini sesuai dengan ketentuan hukum dlarûrat seperti dalam kaidah fiqh Al-Asybâh wa an-Nadhâ’ir fiy Al-Furû oleh Zayn al-‘Abidin bin Ibrahim bin Nujaym, yaitu sesuatu yang diperbolehkan karena darurat hanya boleh dilakukan sekadarnya saja.
Sumber: