REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT memberikan karunia kepada manusia berupa sebagian kemerdekaan dalam berpikir dan berkehendak. Manusia dikaruniai ilmu dan kekuatan berpikir dalam membedakan antara yang baik dan buruk.
Salah satu cendekiawan Muslim yang juga tokoh teologi Islam, Abul A'la Al-Maududi, dalam Principles of Islam (terj. Abdullah Suhaili), menyampaikan penjelasan bahwa manusia sejatinya tidak dipaksa mengikuti cara atau jalan tertentu saat menghadapi sebuah cobaan.
Ketika seseorang dipaksa mengikuti jalan tertentu untuk bisa lulus dari cobaan yang menimpanya, maka batallah sudah tujuan dari cobaan tersebut. Ini sama saja dengan memberi soal ujian kepada seorang pelajar tetapi dia dipaksa memberikan jawaban tertentu. Jika demikian, lantas apa gunanya soal tersebut diberikan.
Al Maududi menjelaskan, kecakapan seseorang dalam menyelesaikan kesulitan hanya akan muncul ketika diberi kebebasan dalam rangka untuk menemukan solusi.
"Begitulah Allah telah menganugerahi kemerdekaan di dalam cobaan yang diujikan kepada manusia. Dan manusia diperintah Allah untuk memilih jalan yang dikehendakinya untuk dilalui dalam hidup," demikian tulis Al Maududi.
Namun, sayangnya, ada sebagian manusia yang masih tidak menyadari fitrah yang telah diberikan Allah SWT. Fitrah yang dimaksud ialah akal dan ilmu dalam memilih mana yang baik dan buruk. Karena tidak menyadari fitrah ini, ia menjadi gagal melewati cobaan karena memilih jalan kemaksiatan. Ia tidak memanfaatkan kemerdekaan berpikir yang telah dikaruniai Allah SWT.
Lain halnya dengan mereka yang lulus melewati cobaan. Merekalah yang menggunakan kemerdekaan berpikirnya dan memanfaatkan ilmu dan akal yang pada dirinya. Tidak keliru dalam membedakan mana yang baik dan buruk. Ia memilih kebaikan padahal tidak ada yang menghalangi dirinya untuk sampai di jalan kemaksiatan. Fitrah yang dikaruniai kepadanya, telah dipahaminya.
Allah SWT berfirman, "Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya." (QS Al Qiyamah ayat 14-15). Kata 'Bashiiroh' dalam ayat ini mengandung makna antara lain ketajaman hati, kecerdasan, dan kemantapan hati.