REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat penindakan berupa pakaian bekas sebesar Rp 53,6 miliar sejak 2020. Sejak 1 Januari 2020 sampai dengan 24 Maret 2023, Bea Cukai menemukan 563 bale pressed berisi pakaian bekas. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penindakan bale pressed pakaian bekas meningkat dari beberapa tahun sebelumnya.
“Sekarang ini sedang ramai mengenai pakaian bekas. Kami juga melakukan penindakan 563 bale pressed, dengan nilai perkiraan Rp 53,6 miliar,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023).
Sejak 2015 pemerintah melarang masuknya pakaian bekas dari luar negeri. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Lalu, terdapat pembaruan aturan yakni Permendag Nomor 40/2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Sri Mulyani menyebut luasnya geografis Indonesia sebagai tantangan dalam penegakan hukum terkait impor baju bekas ilegal. Sehingga membuat aparat penegak hukum harus kerja ekstra menjaga banyak titik.
"Dengan luas geografis Indonesia yang sangat besar, dan banyaknya pelabuhan kecil atau pelabuhan tikus. Ini menimbulkan tantangan yang luar biasa besar," ucapnya.
Menurutnya, modus penyelundupan pakaian bekas biasanya menggunakan high speed craft atau kapal cepat dan transhipment. Praktiknya kerap terjadi di Selat Malaka dan pesisir timur.
Adapun titik rawan lainnya di perbatasan Kalimantan, terutama Kalimantan Barat di antaranya Sintete, serta Jagoi Babang dan Entikong yang berbatasan langsung dengan tanah Sarawak, Malaysia.
“Lalu lintas pakaian bekas di Selat Malaka atau sisi timur Sumatera biasanya terjadi dengan modus undeclare. Pakaian bekas itu disembunyikan di antara barang-barang lain yang dapat diimpor secara resmi,” ucapnya.