REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia mengajukan perpanjangan waktu satu tahun untuk menyelesaikan megaproyek smelter tembaga baru di Gresik, Jawa Timur. Perusahaan menyampaikan, perpanjangan waktu dibutuhkan lantaran terjadi keadaan force majure imbas Covid-19 dan mengakibatkan keterlambatan.
Presiden Direktur Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengatakan, jangka waktu pembangunan smelter tersebut diberikan selama lima tahun oleh pemerintah sesuai sesuai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan pada Desember 2018.
"(Jika) dihitung dari Desember 2018 adalah Desember 2023. Namun demikian, situasi Covid terjadi, sehingga kami mengajukan perpanjangan kepada pemerintah akibat keadaan kahar menjadi keterlambatan satu tahun," kata Tony dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR, Senin (27/3/2023).
Ia menyampaikan, progres pembangunan smelter yang berada di KIK Gresik itu ditargetkan akan mencapai 92 persen pada akhir Desember 2023.
"Target penyelesaian fisik di akhir 2023, dilanjutkan pra uji coba dan uji coba hingga akhir Mei 2024 sehingga bisa produksi pada bulan Mei 2024," ujarnya menambahkan.
Adapun progres pembangunan hingga Februari 2023, Tony menyampaikan sudah mencapai 56,5 persen dengan total pengeluaran capital expenditure (capex) sebesar 1,83 miliar dolar AS. Adapun total capex yang disiapkan sebanyak 3 miliar dolar AS.
Sejauh ini, ia melaporkan dari biaya capex yang dikeluarkan tersebut telah dicapai pekerjaan tiang panjang 100 persen. Kemudian pekerjaan konkret beton mencapai 53 persen, instalasi baja 25 persen, pembangunan pelabuhan 95 persen, serta tiang pancang untuk fasilitas precisious metal refinery 100 persen dengan pekerjaan konkret 20 persen.
Freeport mencatat total pekerja yang terlibat secara kumulatif sudah mencapai 13 ribu orang di mana 98 persen merupakan tenaga kerja Indonesia. Dari jumlah tersebut, separuhnya adalah tenaga kerja lokal dari Jawa Timur.
Proyek smelter baru tersebut akan menjadi smelter single line terbesar di dunia dengan total kapasitas pengolahan 1,7 juta ton konsentrat tembaga dalam setahun. Fasilitas tersebut juga akan mampu memurnikan lumpur anoda sebagai hasil dari smelter tembaga yang mengandung emas dan perak dengan proyeksi produksi 6 ribu ton per tahun.
Namun, Anggota Komisi VII Yulian Gunhar, mengkritik Freeport lantaran tak bisa memenuhi tenggat waktu pemerintah. Ia menyebut, sebelum pemerintah melakukan revisi Undang-Undang Minerba, Freeport juga tak pernah memenuhi kewajiban pembangunan smelter.
"Alasan Covid ini itu oke, tapi dengan undang-undang yang lama tidak ada Covid juga tidak ada smelter. Sementara perusahanaan-perusahaan yang lain bangun smelter. Kita minta diaudit biar jelas Freeport ini," kata dia.