REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Masih maraknya bisnis yang melanggar pidana di bidang obat dan farmasi menjadi tantangan tersendiri bagi pencegahan dan pengawasan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang maupun nasional beserta jajaran aparat penegak hukum terkait.
Terlebih dalam beberapa penindakan oleh BBPOM beserta aparat hukum terkait, terungkap sejumlah pelakunya merupakan ‘pemain lama’ yang sebelumnya juga pernah disidik karena telah melakukan pelanggaran hukum yang sama.
Seperti halnya upaya penegakan dan penindakan hukum atas pelanggaran pidana bidang obat dan farmasi pada triwulan pertama 2023 di Jawa Tengah yang sepertinya belum mampu memberikan efek jera kepada para pelakunya.
“Sehingga ini masih menjadi tantangan bagi kami di dalam upaya melindungi masyarakat,” ungkap Kepala BBPOM Semarang, Sandra Maria Philomena, di kantor BBPOM Semarang, di Kota Semarang.
Ia menyampaikan, pada 9 Maret 2023 lalu, dilakukan penindakan oleh jajaran BBPOM Surabaya, kemudian juga lokal POM Jember bersama dengan aparat Polsek Muncar, Kabupaten Banyuwangi, telah menindak produsen jamu tradisional berbahan kimia obat.
Sekali lagi, upaya penegakan dan penindakan hokum bukan hanya terkait dengan legalitasnya sampai dengan izin edar, tetapi juga produk jamu yang mengandung bahan kimia obat.
Pada hari yang sama, di Jakarta juga dilakukan penindakan BBPOM DKI Jakarta bersama Bareskrim Polri terhadap sarana yang memproduksi kosmetik yang ditambahkan bahan-bahan obat dengan nilai keekonomian mencapai Rp 7,7 miliar.
Produk-produknya ternyata juga banyak dipesan oleh dokter-dokter ahli kecantikan. Maka ini mejadi tantangan bersama aparat penegak hukum dalam mengendalikan dan melakukan pencegahan.
Karena tentunya produk-produk yang ditambahkan bahan kimia, berbahaya untuk kosmetik maupun jamu tradisional. Memang efeknya tidak spontan tetapi dalam penggunaan jangka panjang dapat merugikan kesehatan seperti kanker, gagal ginjal, dan sebagainya.
“Kami tidak ingin hal ini terjadi, Makanya, BPOM RI dan jajaran bersama penegak hukum terkait terus melakukan langkah-langkah pengawasan serta penegakan hukumnya,” tegas Sandra.
Yang cukup memprihatinkan, para pelaku seperti yang ditindak di Jakarta, termasuk yang dilakukan penindakan hukum di Jateng, ada yang merupakan ‘pemain-pemain lama’ yang kemudian masih melakukan kegiatan melawan hukum.
Artinya mereka belum jera. Sementara penegakan hukum dan penindakan yang dilakukan selama ini sebenarnya dilakukan dengan harapan bisa memberikan efek jera.
Seperti yang ditindak di DKI Jakarta ternyata merupakan pemain atau pelaku pada 2020. Pada saat ditindak di 2020, kegiatannya dilakukan di Jakarta Barat.
Kemudian pada 2022, berdasarkan hasil penyelidikan jajaran PPNS dan dilakukan penindakan pada 9 Maret 2023, kegiatannya dilakukan di Jakarta Utara tetapi ‘pemainnya’ juga sama.
Maka ini menjadi catatan bersama, bagaimana penegakan hukum bisa memberikan efek jera kepada pelaku pidana di bidang obat dan farmasi ini.
“Artinya, penindakan-penindakan yang dilakukan dan sanksi hukum yang diberikan mampu memberikan efek jera. Tetapi kalau belum jera, apa yang harus dilakukan agar para pelaku ini tidak mengulangi kembali,” ujarnya.