REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Bupati Garut Rudy Gunawan menyatakan, penjualan gas subsidi 3 kg di Kabupaten Garut harus sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 19.500 per tabung di pangkalan. Bila ada yang menjual di atas HET, masyarakat diminta untuk melaporkannya agar segera ditindak tegas.
"Jadi yang diatur oleh pemerintah itu di pangkalan dan itu harus Rp 19.500," kata Rudy kepada wartawan di Garut, Senin.
Dia menuturkan, harga gas subsidi di Garut sudah ditetapkan naik dari Rp 16.000 menjadi Rp 19.500 per tabung. Dan kenaikan tersebut tidak hanya di Garut melainkan sudah terjadi di sejumlah daerah lainnya.
Kenaikan gas subsidi khusus di Garut itu, menurut dia, karena selama tujuh tahun belum pernah naik. Sementara biaya operasional termasuk kebutuhan bahan bakar minyak naik, sehingga pelaku usaha gas mengeluhkan kondisi tersebut.
Sebelum gas subsidi itu naik, harga gas di pasaran justru sudah tidak sesuai dengan HET, bahkan ada yang sampai menjual ke masyarakat di atas Rp 20 ribu per tabung, namun saat ini dari pangkalan sudah dipastikan Rp 19.500.
Terkait masalah itu, Bupati sudah memanggil Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswanamigas) Garut untuk membahas kenaikan tersebut dan menjual sesuai HET, jika menjual lebih tinggi maka siap dipidanakan.
"Kita itu hanya mengatur untuk di pangkalan, kalau di pangkalan ada yang jual Rp19 ribu lebih kita kan pidanakan, dan saya sudah ngomong ke Hiswanamigas kalau ini ada yang lebih Rp19 ribu itu dipidanakan," katanya.
Dia berharap, semua elemen masyarakat dapat bersama-sama mengawasi terkait pendistribusian gas subsidi itu agar tepat sasaran dan harganya sesuai dengan aturan.
Bupati juga menegaskan, kepada pangkalan untuk tidak menolak melayani masyarakat yang ingin membeli langsung ke pangkalan dengan harga Rp 19.500. Ini karena, kalau membeli di warung harganya akan lebih tinggi sesuai kebijakan pemilik warung.
"Pangkalan akan dipidanakan kalau dia menjual puluhan kepada industri, kepada apa-apa yang tidak berhak terhadap barang subsidi itu," katanya.
Salah seorang ibu rumah tangga Kusuma (36 tahun) mengatakan, selama ini sebelum ada kenaikan gas subsidi biasa membeli gas ke warung sekitar rumah dengan harga Rp 24 ribu sampai Rp 25 ribu.
Dia berharap, kenaikan itu tidak semakin membebankan masyarakat, pemerintah harus meningkatkan pengawasan agar gas yang dijual di pangkalan sesuai HET sehingga warung yang mengecernya tidak terlalu tinggi.
"Saya biasa beli ke warung, kalau ke pangkalan kejauhan, jadi saya harap nanti di warung harganya tidak semakin naik," katanya.