REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya menjelaskan satu alasan mengapa elektabilitas bakal calon presiden (capres), Anies Rasyid Baswedan turun. Hal tersebut disebabkan karena dia belum menawarkan visinya kepada masyarakat.
"Karena Mas Anies belum melakukan direct selling, jadi itu hard selling-nya belum," ujar Willy di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/3/2023).
"Itu ya masih dalam kerangka berbelanja masalah, datang ke setiap wilayah datang ke setiap daerah dalam rangka mengumpulkan banyak aspirasi, mengumpulkan banyak masalah untuk digodok dan diformulasikan sebagai program perjuangan dan platform bersama," sambungya.
Di samping itu, tim kecil Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terus menyerap aspirasi banyak pihak terkait calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies Rasyid Baswedan. Salah satu usulan juga diberikan oleh Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla (JK).
"Bukan hanya satu yang diusulkan Pak JK, ada banyak pertimbangan yah. Jadi ada beberapa nama yang diusulkan oleh Pak JK," ujar Willy.
JK sebagai salah satu tokoh di Indonesia tentu memiliki pandangannya terkait pendamping Anies. Usulan tersebut tentu menjadi masukan dari tim kecil Koalisi Perubahan untuk Persatuan dalam membahas cawapres untuk Anies.
"Jadi ini dalam proses berbelanja nama, meng-collect nama. Belum ada finalisasi," ujar Willy.
Indikator Politik Indonesia mencatat elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo stagnan dalam beberapa bulan terakhir. Sementara itu, elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengalami kenaikan. Di sisi lain, elektabilitas Anies mengalami penurunan.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menambahkan dalam simulasi tiga nama calon presiden, elektabilitas Ganjar masih tertinggi dengan 36,8 persen. Di bawahnya, Prabowo (27 persen), Anies (26,8 persen), dan 9,4 persen suara lainnya mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.