REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog ditugaskan untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) dari luar negeri sebanyak dua juta ton sampai akhir Desember 2023. Bahkan, pengadaan 500 ribu ton pertama jika bisa dilaksanakan secepatnya.
Perum Bulog ditugaskan langsung Badan Pangan Nasional (Bapanas). Sedangkan, penugasan tersebut jadi salah satu hasil rapat Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik dan Idul Fitri 2023 di Istana Negara yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan, Riyono mengingatkan, Indonesia baru saja memasuki panen raya, tapi harga beras dan gabah masih belum bagus. Karena itu, ia mempertanyakan langkah Presiden Jokowi dan Bapanas untuk impor.
Dia menerangkan, jika mengutip laman resmi Bulog, saat ini realisasi SPHP oleh Bulog sudah mencapai 543.472 ton. Sedangkan, realisasi pengadaan baru 48.513 ton. Hal itu menjadi angka yang sangat minim mengingat saat ini masih musim panen raya.
"Harusnya Bulog dan Badan Pangan Nasional berpikir berpihak kepada petani Indonesia, bukan petani asing," kata Riyono di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Penyerapan Bulog baru 48.513 ton dari perkiraan panen nasional 2023. Kerangka sampel area Badan Pusat Statistik (BPS) mengestimasi produksi beras pada Januari-April 2023 akan terjadi surplus beras pada Februari sekitar 320 ribu ton, pada Maret 2,84 juta ton, dan pada April 1,26 juta ton.
Sedangkan, pada Januari 2023 defisit 1,2 juta ton. Yang mana, lanjut Riyono, konsumsi beras nasional secara bulanan diproyeksi bisa mencapai 2,54 juta ton. Artinya, sepanjang Januari-April 2023 diprediksi akan ada surplus 3,22 juta ton beras.
Riyono berpendapat, gambaran angka dan data di atas memberikan penjelasan kalau posisi petani semakin lemah. Dia merasa, kebijakan impor dan impor beras setiap tahun dari pemerintah membuat petani frustrasi dan semakin malas berproduksi.
"Kenapa panen kemudian tiba-tiba ada kebijakan impor, terus ke mana berpihaknya presiden kepada petani," ujar Riyono.