REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan keluarga David, Alto Luger menyebutkan surat permintaan maaf tersangka penganiayaan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yakni Shane (19) tidak mempunyai empati.
"Surat yang tidak ada empatinya, karena yang pertama surat itu dikirimkan tanggal 14 Maret jadi sudah hampir sebulan D berada di ICU," kata Alto kepada wartawan, di Jakarta, Selasa.
Alto menambahkan pada paragraf terakhir dalam surat tersebut justru meminta D dan keluarganya untuk mendoakan Shane dalam menghadapi kasus penganiayaan yang dilakukannya.
Menurut dia, hanya orang kurang waras saja yang meminta korban untuk mendoakan pelaku sehingga terbilang kurang berempati. "Keluarga menanggapiadalah proses hukum tetap maju, tidak ada damai, dan tidak ada maaf," tegasnya.
Alto mengetahui surat yang dikirimkan melalui pengacara Shane tersebut diterima dan disimpan oleh keluarga D pada beberapa hari lalu. Dia akan memastikan alasan apa yang membuat Shane menuliskan surat permohonan maaf tersebut.
"Kemungkinan besar itu cara mereka membangun opini bahwa pelakunya menyesal," tambahnya.
Dalam akhir keterangan, kondisi D terbilang jauh lebih baik namun syarafnya belum normal seperti sedia kala.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menutup peluang keadilan restoratif bagi tersangka Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) pelaku penganiayaan terhadap D (17). "Kedua tersangka MDS dan S tertutup peluang untuk diberikan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif karena mengakibatkan korban tidak sadar atau luka berat sampai saat ini," kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Ade Sofyan dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat.
Ade menambahkan mengingat kondisi korban masih belum sadarkan diri maka ancaman hukuman lebih dari batas maksimal keadilan restoratif. Terlebih, Penuntut Umum bisa memberikan hukuman yang berat atas perbuatan keji yang telah dilakukan.