REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tak sedikit mushaf-mushaf Alquran yang berserakan akibat rusak, baik di tempat ibadah (masjid ataupun mushala) maupun perkantoran dan rumah. Apakah tak berdosa jika membakar mushaf yang rusak tersebut?
KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal keluaran Penerbit Pustaka Firdaus menjelaskan, mushaf Alquran yang rusak, sobek, kotor, dan sebagainya yang menjadikannya tidak terbaca, maupun mushaf yang terdapat kesalahan tulis (cetak), semuanya boleh dibakar.
Namun demikian abunya, kata KH Ali, harus dipendam secara terhormat di tanah. Abunya tidak diperkenankan dipendam di tempat kotor, tempat maksiat, atau tempat yang sering diinjak manusia maupun binatang. Hal ini demi menjaga kemuliaan Alquran.
Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan bahwa setelah mengkodifikasikan Alquran, Sayyidina Usman bin Affan memerintahkan kaum Muslimin untuk membakar semua catatan Alquran mereka dan menjadikan mushaf Usmani sebagai satu-satunya pedoman dan acuan baku mushaf Alquran.
Dalam kasus ini tidak ada sahabat yang memprotes atau membantahnya, sehingga keputusan Sayyidina Usman tersebut menjadi ijma (konsesus) sahabat. Dan ijma sahabat merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam.
Ada juga keterangan Abdullah bin Mas’ud yang memprotes kebijakan Sayyidina Usman itu. Namun protesnya bukan pada kebijakan pembakaran mushaf, melainkan pada kebijakan menjadikan mushaf Usmani sebagai satu-satunya pedoman dan acuan baku mushaf.