REPUBLIKA.CO.ID, PLT JAKARTA -- Pelaksana Tugas Menteri Pemuda dan Olahraga (Plt Menpora) Muhadjir Effendy meminta semua pihak melihat dari berbagai sisi terkait dinamika menuju turnamen Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia. Ia sampaikan ini dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di kompleks parlemen, Selasa (28/3/2023) malam WIB.
Plt Menpora mendengar banyak masukan dari para wakil rakyat. Beberapa menyuarakan misi berbeda-beda. Terdapat pro dan kontra dari aspirasi itu.
"Terkait U-20 ini, kita melihat dari berbaga perspektif. Satu sisi kita berurusan dengan FIFA, yang punya regulasi. Kita juga mengakomodasi aspirasi politik, organisasi sosial kemasyarakatan," kata Muhadjir.
Ia melanjutkan, pemerintah juga mendengar suara penggemar sepak bola Tanah Air. Sebelumnya kelompok ini jarang bereaksi secara masif. Namun ketika isu Piala Dunia U-20 memanas, para suporter tersebut muncul ke permukaan.
"Kita juga harus mengakomodasi sekitar 189 juta penggemar sepak bola Indonesia. Termasuk saya. Kalau mereka itu diam, bukan berarti dia tidak punya asprrasi. Sekarang sudah kita lihat, begitu ada penolakan, mereka juga bereaksi," ujar Muhadjir.
Lalu yang tak kalah pentingnya, tentang nasib pemain tim nasional U-20 Indonesia. Awak Garuda Muda telah menyiapkan diri dengan baik. Hokky Caraka dan rekan-rekan bermimpi bersaing di level tinggi.
Menurut Muhadjir, jangan sampai karena pro-kontra ini, mimpi para pemain muda itu, terkubur. "Mohon juga dihitung dengan timnas kita," ujar tokoh juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia ini.
Muhadjir menegaskan, tugas pemerintah adalah bagaimana mengakomodasi semua kepentingan tanpa menabrak konstitusi. Ia memahami, polemik bermula dari kelolosan timnas Israel, sesuatu yang di luar prediksi saat mengajukan bidding tuan rumah.
Namun, menurutnya antar-kementerian sudah mengantisipasi apa yang harus dilakukan. Presiden juga telah mengutus delegasi PSSI ke FIFA untuk berkoordinasi mencari solusi terbaik. Muhadjir mengatakan, ini bukan pertama kali perwakilan Israel masuk ke Indonesia.
"Kalau kita hitung, sudah tujuh kali, termasuk pertemuan parlemen Israel di Bali. Host-nya DPR. Artinya, bapak ibu juga. Tapi itu tidak ada apa-apa. Kenapa? Karena kita bisa betul-betul membuat ukuran yang persis, bagaimana supaya ini tidak menabrak konstitusi, tapi sebagai bentuk pergaulan dunia," ujar tokoh 66 tahun itu.