Rabu 29 Mar 2023 14:57 WIB

Harta-Uang Haram Disedekahkan, Apakah Jadi Halal? Bagaimana Kalau Itu Warisan?

Harta atau uang haram mengakibatkan keresahan hati dan kehampaan batin.

Ilustrasi uang dan harta haram hasil korupsi.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Ilustrasi uang dan harta haram hasil korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harta atau uang pada mulanya adalah halal. Namun, berubah menjadi haram apabila diperoleh dengan cara yang dilarang Allah. Misalkan mempunyai motor mewah hasil dari suap pengemplang pajak. Memperoleh rumah mewah hasil dari merampok. Juga memperoleh perhiasan atau logam mulia dari hasil menggelapkan anggaran negara. Semua itu jelas haram.

Nah apakah harta atau uang haram tadi menjadi halal apabila disedekahkan?

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan, meskipun disedekahkan ataupun diwakafkan, harta tersebut tetap haram karena diperoleh dengan cara yang tidak baik.

Termasuk harta warisan. Kalau harta warisan berasal dari sesuatu yang tidak baik, dia akan membawa petaka. 

Ada sebuah atsar dari Abu Bakar tentang harta haram, termasuk makanan yang haram. Ceritanya begini. Suatu ketika seorang budak perempuan memberikan segelas susu kepada sahabat Nabi Muhammad yang bergelar as-Shiddiq itu. Kemudian diteguklah susu tadi.

Setelah itu, Abu Bakar penasaran, dari mana asal segelas susu tersebut. Ditanyakanlah hal itu kepada si budak. Kemudian dijawab. Bahwa susu itu diperoleh dengan cara sihir.

Seketika itu Abu Bakar mencolok-colok kerongkongannya dengan jemari sehingga dimuntahkanlah susu yang tadi dia tenggak.

Ini adalah ibrah betapa berhati-hatinya sahabat Nabi Muhammad menjaga diri dari sesuatu yang haram. Apa yang diharamkan jangan sampai mendekati diri, apalagi masuk ke dalam darah daging kita.

Kisah memakan yang haram....lihat halaman berikutnya

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement