Rabu 29 Mar 2023 18:48 WIB

Pelaku Usaha di Kuningan Diimbau tak Jual Pakaian Impor Bekas

Dampak negatif impor pakaian bekas ilegal terkait kesehatan dan ekologi

Tumpukan bal pakaian bekas saat rilis dan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat. Para pelaku usaha di Kabupaten Kuningan diimbau untuk tidak menjual pakaian impor bekas yang memang sudah dilarang oleh pemerintah. Selain mengganggu UMKM tekstil, penjualan pakaian impor bekas juga berdampak pada kesehatan dan lingkungan.
Foto: Republika/Prayogi.
Tumpukan bal pakaian bekas saat rilis dan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat. Para pelaku usaha di Kabupaten Kuningan diimbau untuk tidak menjual pakaian impor bekas yang memang sudah dilarang oleh pemerintah. Selain mengganggu UMKM tekstil, penjualan pakaian impor bekas juga berdampak pada kesehatan dan lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Para pelaku usaha di Kabupaten Kuningan diimbau untuk tidak menjual pakaian impor bekas yang memang sudah dilarang oleh pemerintah. Selain mengganggu UMKM tekstil, penjualan pakaian impor bekas juga berdampak pada kesehatan dan lingkungan.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas UKM, Koperasi, Perdagangan, dan Perindustrian (Diskopdagperin) Kabupaten Kuningan, U Kusmana. Dia berharap, para pelaku usaha di Kabupaten Kuningan bisa mematuhi larangan penjualan pakaian impor bekas tersebut.

"Imbauan ini masih kami lakukan secara humanis terlebih dahulu sambil menunggu surat arahan dari Pemprov Jawa Barat soal tindakan tegas kepada para penjual baju bekas tersebut," kata Kusmana, Rabu (29/3/2023).

Kusmana menegaskan,  impor pakaian bekas ilegal harus diberantas karena dapat menghilangkan lapangan pekerjaan yang didominasi oleh UMKM tekstil dan produk tekstil di Kabupaten Kuningan dan daerah lainnya. Meski diakuinya, Kabupaten Kuningan tidak terlalu terkena dampak impor pakaian bekas dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya.

"Penjualan pakaian bekas impor mengganggu produksi dalam negeri dan industri UMKM," cetus Kusmana.

Kusmana menjelaskan, larangan impor baju bekas telah diatur oleh pemerintah sejak 2006 melalui UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Pelanggaran larangan impor itu dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Pasal 102, Pasal 102A, dan Pasal 102B dari undang-undang tersebut.

"Selain itu, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juga mengatur tentang meningkatnya produksi dalam negeri dan pengembangan ekonomi rakyat, termasuk koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagai pilar utama," tutur Kusmana. 

Peraturan lainnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 5 1/4 3/4 dan 7/8 12 mengenai barang dilarang ekspor dan barang jadi telah diubah pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang perubahan atas peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 tahun.

"Dampak negatif impor pakaian bekas ilegal juga terkait dengan kesehatan dan ekologi. Balai pengujian mutu barang menemukan bakteri E coli, jamur kapang, dan khamir pada pakaian bekas. Selain itu, limbah tekstil dari produk pakaian bekas impor yang tidak terjual mencapai 20-40 persen sehingga berdampak negatif pada lingkungan," tukas Kusmana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement