REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Polda DIY menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus tindak pidana informasi dan transaksi elektronik. Sebanyak enam pelaku berhasil ditangkap dalam kaitannya kasus tersebut.
Termasuk dua orang berwarga negara Taiwan. "Modus operandinya adalah pelaku mengaku sebagai customer service (CS)," kata Dirkrimsus Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi di Mapolda DIY, Rabu (29/3/2023).
Adapun para pelaku berinsial AW dan NL, yang merupakan warga Tegalsari, Kota Surabaya, DT warga Mempawah, Kalimantan Barat, dan VN warga Ilir Timur, Kota Palembang. Sedangkan ZQB dan YSX merupakan warga negara Taiwan.
Idham mengatakan ZQB bertugas memberi perintah transfer kepada VN melalu grup Telegram. Sedangkan YSX berperan sebagai pengawas dan pendamping pekerjaan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan DT dan VN.
"Adapun barang bukti yang diamankan adalah 16 handphone, kemudian lima buku tabungan, 23 kartu ATM, empat simcard, satu buku catatan yang berisikan daftar catatan buku rekening, kemudian tiga token bank warna biru, dua lembar rekening koran, satu lembar catatan daftar nomor rekening, dan satu sim box warna hitam," ucapnya.
Kejadian tersebut terjadi pada 22 Februari 2023. Seseorang menelepon pelapor dari melalui telepon rumahnya pada pukul 07.53 WIB.
Setelah pelapor mengangkat telepon, terdengar suara mesin yang memberitahukan bahwa nomor milik pelapor telah menunggak pembayaran dan akan dilakukan pemblokiran.
Kemudian muncul perintah untuk menekan angka 1 untuk berbicara dengan seseorang yang berperan sebagai CS. "Setelah pelapor menekan angka 1, lantas terdengar suara seorang wanita dengan logat bahasa Indonesia lugas dan mengaku sebagai CS mengatakan bahwa ada tagihan telepon rumah sebesar Rp 2.356.000 yang mana pelapor tidak pernah menggunakan nomor itu," terangnya.
Selanjutnya seseorang yang mengaku sebagai CS tadi mengatakan bahwa nomor tersebut menggunakan data pribadi atas nama pelapor yang teregistrasi sejak 7 Desember 2022 dengan keterangan CS beralamat di Sidakarya, Denpasar Selatan. Seseorang yang mengaku sebagai CS ini berniat membantu kemudian menghubungkan pelapor untuk berkomunikasi dengan penyidik Polda Bali.
"Kemudian percakapan tersebut langsung beralih, terdengar seorang laki-laki dengan logat bahasa Indonesia mengaku dari penyidik Polda Bali bernama Iptu B. Saat pelapor dihubungkan lewat telepon, orang yang mengaku Iptu B ini mengarahkan pelapor untuk membuat laporan dan kemudian membuat laporan polisi dengan Nomor : LP / 20/II/2023/SPKT/Satgas, terkait penggunaan identitas pelapor," jelasnya.
Selanjutnya percakapan itu diberikan kepada atasan penyidik Iptu B, dan terdengar suara laki-laki yang berbeda yang mengaku sebagai atasan Iptu B. Kemudian atasan tersebut mengecek nomor dan alamat yang sudah pelapor sampaikan saat membuat laporan polisi.
Pelapor lantas diberi tahu bahwa ternyata rekening masuk dalam daftar rekening yang digunakan untuk melakukan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka Mama Ina/Agustina.
"Kemudian seseorang yang mengaku Iptu B meminta nomor Whatsapp pelapor, dan pelapor memberikan nomor Whatsapp miliknya dan Iptu B mengatakan akan melakukan video call melalui Whatsapp, setelah itu percakapan melalui telepon rumah berhenti atau mati," kata dia.
Sekitar pukul 09.06 WIB seseorang mengaku polisi menghubungi Whatsapp pelapor. Kemudian pelapor diinterogasi oleh Iptu B atas keterkaitan rekening pelapor tersebut.
Karena pelapor merasa tidak menerima uang dan merasa tidak nyaman dengan interogasi tersebut, pelapor akhirnya meminta untuk menyudahi percakapan itu dan membicarakan hal tersebut kepada keluarga pelapor. Tetapi Iptu B mengatakan tidak boleh memberitahukan hal tersebut kepada siapapun dikarenakan masih dalam proses penyelidikan.
"Pelapor diancam jika memberitahukan hal ini kepada orang lain akan dianggap menghalangi proses penyelidikan dan dapat ditangkap. Setelah itu Iptu B mengatakan kepada pelapor karena terkait tindak pidana pencucian uang maka pelapor akan dihubungkan dengan petugas PPATK," ujar Idham.
Kemudian percakapan beralih dengan seorang wanita yang mengaku petugas PPATK bernama F. Namun orang ini tidak menampakkan bagian badannya hanya terlihat hitam di layar HP pelapor.
Lalu perempuan tersebut menanyakan kepada pelapor berapa rekening yang pelapor miliki, lalu pelapor menyebutkan tiga rekening. Setelah itu F mengatakan karena pelapor terlibat dalam tindak pidana pencucian uang, maka 2 dari 3 rekening bank milik pelapor harus dilakukan audit dengan cara saldo yang ada di dalam rekening pelapor dipindahkan ke rekening pengawasan.
"Pelapor terkena bujuk F sehingga akhirnya mengirimkan uang sebesar Rp 710 juta ke rekening pengawasan yang telah disebutkan F," ujarnya.
Akibat tindakan tersebut, pelaku dikenakan pasal 45A ayat (1) Jo pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau pasal 3 dan/atau pasal 4 dan/atau pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau pasal 378 jo pasal 55, 56 KUHP.