Rabu 29 Mar 2023 21:54 WIB

PPATK Ungkap Pola Perubahan Identitas dalam Transaksi Keuangan Mencurigakan

PPATK temukan oknum yang diduga memiliki lima hingga delapan perusahaan cangkang.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Rapat tersebut membahas terkait isu soal adanya transaksi mencurigakan di Kementerian/ Lembaga.
Foto: Republika/Prayogi.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Rapat tersebut membahas terkait isu soal adanya transaksi mencurigakan di Kementerian/ Lembaga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang juga Sekretaris Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, pihaknya menemukan indikasi transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 189 triliun pada periode 2014-2016 di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah itu, PPATK kembali menemukan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 180 triliun pada periode 2017-2019. Dari situ, PPATK melakukan analisis dan menemukan pola transaksi lewat perubahan identitas.

"Subjek terlapor tadi melakukan pola transaksi dengan pengubahan entitas, tadinya dia aktif di satu daerah, kemudian dia pindah ke tempat lain. Tadinya menggunakan nama tertentu kemudian menggunakan nama lain," ujar Ivan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Baca Juga

Dari perubahan identitas tersebut, PPATK menyadari bahwa oknum tersebut sadar adanya pemeriksaan yang dilakukan pihaknya. Selain itu, ia juga mengungkapkan adanya perusahaan cangkang dalam dugaan tindak pidana pencucian uang di Kemenkeu. Jelasnya, terdapat satu oknum yang diduga memiliki lima hingga delapan perusahaan cangkang yang dijadikan sebagai alat pencucian uang.

"Dalam daftar list-nya itu selain oknum, kami sampaikan juga banyak perusahaan. Misalnya oknumnya satu, tapi perusahaannya lima, tujuh, delapan, dan seterusnya " ujar Ivan.