Kamis 30 Mar 2023 06:05 WIB

Asal-usul THR: Dulu Hanya untuk PNS, Kini Semua Pekerja Terima

Konsep THR pertama kali diperkenalkan pada 1951-1952.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Partner
.
Foto: network /Ani Nursalikah
.

Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterimanya di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (19/4/2022). Asal-usul THR: Dulu Hanya untuk PNS, Kini Semua Pekerja Terima. Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho
Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterimanya di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (19/4/2022). Asal-usul THR: Dulu Hanya untuk PNS, Kini Semua Pekerja Terima. Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho

MAGENTA -- Pada mulanya Tunjangan Hari Raya alias THR hanya diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan itu bersifat tidak wajib. Adalah perdana menteri sekaligus menteri dalam negeri Soekiman Wirjosandjojo yang memperkenalkan konsep THR di 1951-1952.

Kebijakan pemberian THR oleh kabinet Soekiman kepada pamong praja (sekarang PNS/ASN) bertujuan agar para pamong praja mendukung kebijakan dan program-program pemerintah. Soekiman mau mengambil hati pegawai dengan memberikan mereka tunjangan di akhir bulan puasa dengan harapan mereka mendukung kabinet yang dipimpinnya.

Waktu itu, THR yang dibayarkan sebesar Rp 125-Rp 200 atau setara Rp 1,1 juta-Rp 1,75 juta di zaman sekarang. Biasanya, THR cair pada setiap akhir bulan Ramadhan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri.

"Bukan hanya itu, mula-mula kabinet ini juga memberikan tunjangan beras setiap bulannya," kata peneliti muda LIPI Saiful Hakam dikutip dari laman LIPI, 28 Juni 2018.

Pada 1954, pemberian THR kepada pamong praja menjadi wajib diberikan. Hal tersebut tertuang dalam dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.

Baca juga: Menaker Tegaskan THR tidak Boleh Dicicil, Ini Surat Edarannya Lengkap


Rupanya pemberian THR saban mau Lebaran kepada pamong praja mendapat protes dari buruh. Melalui Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), buruh menggelar demonstrasi dengan tuntutan agar ada keadilan dalam pemberian THR.

Akhirnya, pemerintah mengakomodir permintaaan buruh lewat Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954 yang ditandatangani Menteri Perburuhan S.M Abidin. Menurut Surat Edaran tersebut, besaran THR untuk pekerja swasta adalah seperduabelas dari gaji yang diterima dalam satu tahun. Saat itu, jumlah THR yang dibayarkan sekurang-kurangnya adalah Rp 50-Rp 300.

Dalam perjalanannya, banyak perusahaan swasta yang tidak menggubris Surat Edaran Nomor 3667 Tahun 1954 tersebut karena surat edaran yang diterbitkan hanya bersifat imbauan. Para pengusaha saat itu menganggap THR sebagai tunjangan pegawai hanya sukarela. Kemudian, melalui menteri perburuhan Ahem Erningpraja pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961.

Petugas PT. Pos Indonesia melayani pensiunan PNS dan TNI/Polri mengambi gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) di Banda Aceh, Aceh, Senin (3/6/2019). Foto: Antara/Irwansyah Putra
Petugas PT. Pos Indonesia melayani pensiunan PNS dan TNI/Polri mengambi gaji dan Tunjangan Hari Raya (THR) di Banda Aceh, Aceh, Senin (3/6/2019). Foto: Antara/Irwansyah Putra

THR diatur secara resmi pada 1994 sehingga hukumnya menjadi wajib. Abdul Latief yang menjadi menteri tenaga kerja saat itu (1993-1998) menandatangi aturan THR. Skema THR secara lugas diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta. Di masa kepemimpinannya, UMR dan THR menjadi akrab di telinga pekerja dan majikan hingga disepakati bersama untuk dilaksanakan.

Sebelum kehadiran Abdul Latief, pemberian THR dianggap sebagai tindakan belas kasihan saja dari majikan kepada buruh tanpa payung hukum yang jelas. Karenanya, THR boleh ada dan boleh juga tidak ada. Dalam pandangan Abdul Latief, THR dimaksudkan untuk mengangkat harkat martabat dan derajat tenaga kerja. Kebijakan itulah yang kemudian menjadi cikal-bakal kebijakan THR hingga saat ini.

Baca juga: Polri Gelar Mudik Gratis 2023, Cek Jadwal dan Syarat Daftarnya


Pada 2016, dibuat peraturan yang menyebutkan pekerja yang memiliki masa kerja minimal satu bulan sudah berhak mendapatkan THR. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Aturan itu juga mewajibkan pengusaha memberi THR tidak hanya untuk karyawan tetap, tetapi juga untuk pegawai kontrak, pekerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Peraturan itu juga mengatur besaran THR yang diterima pekerja berdasarkan masa kerja yang telah mereka lalui di sebuah perusahaan. Pekerja yang memiliki masa kerja minimal 12 bulan atau lebih secara berturut-turut akan memperoleh THR sebesar upah atau gaji satu bulan yang terakhir diterima.

Bagi perusahaan yang tidak atau terlambat menunaikan kewajiban tersebut kepada pekerjanya, akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Terbaru, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengeluarkan SE Menteri Ketenagakerjaan RI No M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Surat edaran tersebut ditandatangani pada 27 Maret 2023.

"THR keagamaan wajib diberikan paling lambat tujuh hari sebelum hari keagamaan. THR keagamaan harus dibayar penuh tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan taat terhadap aturan ini," kata Ida dalam konferensi pers secara daring, Selasa (28/3/2023). (MHD)

Baca juga:

Kesederhanaan Bung Hatta: Ironi Sepatu Bally tak Terbeli dan Tas Branded Istri Pejabat

On This Day: 26 Maret 1968, Soeharto Terima Mandat Jadi Presiden Gantikan Sukarno

Orang Betawi Sakit Obatnya Cuma Dedaunan: Resep Ramuan Tradisional, dari Borok Hingga Keremian

Niat Puasa Ramadhan, Arab, Latin dan Terjemahan

Sukarno tak Puasa Ramadhan Saat Bacakan Teks Proklamasi, Apa Sebab?

sumber : https://magenta.republika.co.id/posts/208189/asal-usul-thr-dulu-hanya-untuk-pns-kini-semua-pekerja-terima
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement