REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- London, Inggris, tidak lagi menjadi pemimpin yang jelas di antara pusat-pusat keuangan global. New York di Amerika Serikat berhasil naik dari posisi kedua ke tingkat yang sama dengan ibu kota Inggris itu.
Menurut survei tahunan yang dirilis City of London Corporation's pada Kamis (30/3/2023), keberhasilan New York berkat lebih banyak perusahaan yang mendaftar di area itu. Lembaga yang mengelola distrik keuangan London ini mengatakan, tolok ukur kinerja pusat keuangan global memberi London skor daya saing keseluruhan sebesar 60, naik dari 59 pada 2022, tetapi New York juga meningkatkan skornya menjadi 60. Sedangkan Singapura berada di urutan ketiga dengan 51, Frankfurt 46, Paris 43, dan Tokyo 35.
Lembaga itu mengatakan, Inggris terus membangun kekuatannya yang telah lama berdiri sebagai pusat penerbitan utang internasional, asuransi (re) komersial. Kota itu juga pusat perdagangan valuta asing terbesar di dunia dan pusat manajemen aset terbesar kedua.
Tapi jumlah perusahaan internasional yang listing di London turun dan sedikit perusahaan global yang memilih untuk listing di kota itu. Otoritas Perilaku Keuangan Inggris menandai perubahan yang diusulkan untuk merampingkan aturan daftar.
Pejabat sektor keuangan di Inggris telah menyerukan reformasi aturan keuangan yang lebih cepat untuk meningkatkan daya saing. Tindakan ini gencar dilakukan setelah Brexit mengadu domba London dengan pusat-pusat kota di Uni Eropa, seperti Amsterdam, Paris dan Frankfurt.
City of London Corporation's dijadwalkan pada kuartal ketiga untuk menetapkan rekomendasi cetak biru jangka panjang. Rancangan ini untuk memulai peran London sebagai pusat keuangan global pasca-Brexit pada 2030.
"Inggris tetap menjadi salah satu pusat keuangan paling terbuka dan global dengan akses yang lebih baik ke pasar internasional daripada AS, Prancis, atau Jepang. Namun keunggulan kompetitif kami terancam," kata Ketua Kebijakan di City of London Corporation Chris Hayward.