REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan dalam kimia otak adalah bukti bahwa bunuh diri harus dianggap sebagai masalah kesehatan mental darurat. Jika pernah merasa sendirian saat mengalami perasaan ingin bunuh diri, ketahuilah bahwa itu justru hal yang tidak Anda inginkan.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AmerikaSerikat (AS), ada 12,2 juta orang dewasa di negara tersebut yang berniat bunuh diri. Jumlahnya meningkat pada 2021 dari 2020. Setelah selebritas Stephen "tWitch" Boss bunuh diri pada Desember 2022, hipnoterapis Keeylee Miracle menulis utas penting di Twitter.
Dia memaparkan tentang aspek ide bunuh diri yang tidak banyak dibicarakan masyarakat yaitu dari perspektif hormonal dan ilmu saraf. “Ini seperti pengambilalihan otak yang berlawanan,” kata Miracle menulis pada saat itu.
Pikiran untuk bunuh diri telah dikaitkan dengan fluktuasi hormonal yang besar dan perubahan di otak. Para dokter melihat ini sebagai fokus perhatian, ketika banyak bukti menunjukkan bahwa keinginan bunuh diri lebih mungkin hasil dari sensitivitas hormon neurobiologis.
“Seperti yang terlihat pada pengidap premenstrual dysphoric disorder (PMDD), yang dapat mendorong risiko bunuh diri, pikiran, dan perilaku yang merugikan; sudah ada dalam diri perempuan sejak lahir,” kata konselor profesional yang menangani trauma di Thrivesworks in Lubbock, Texas, James Atkinson.
Seperti yang mungkin sudah diketahui, serotonin adalah neurotransmitter yang mengirimkan pesan antara otak dan tubuh. Serotonin memengaruhi suasana hati, tidur, ingatan, hasrat seksual, dan banyak lagi. Jadi, ketika Anda merasa sedih, kadar serotonin mungkin rendah atau kacau.
Fenomena ini sebenarnya bisa dilihat pada pasien yang meninggal karena bunuh diri. Studi biologis pada pasien postmortem yang melakukan bunuh diri masih sangat terbatas. "Tapi itu memberikan beberapa pengetahuan tentang neurobiologi apa yang menyebabkan ide bunuh diri muncul,” kata seorang psikiater di San Jose, California, dr Julian Lagoy.
Orang-orang yang mempertimbangkan untuk bunuh diri sering kali tidak dapat melihat jawaban lain untuk mengatasi rasa sakit mereka. Lagoy mengatakan, perubahan neurokimia dapat mengurangi kontrol impuls yang mengarah ke jalan pikiran.
Untuk lebih memahami hal ini, Atkinson merekomendasikan untuk membaca buku Rethinking Suicide oleh dr Craig Bryan. Buku ini menjadi bacaan bagus untuk mereka yang memandang bunuh diri adalah pilihan terakhir ketika merasa kewalahan oleh kehidupan dan tidak dapat melihat pilihan lain.
Ketika seseorang mengalami krisis bunuh diri, otak mereka tidak berfungsi secara optimal. Mungkin sulit bagi mereka untuk mengurangi rasa sakit yang dialami. Artinya, memberi ceramah pada orang yang sedang berada dalam krisis mental akut adalah hal yang harus dihindari.
Ada jenis terapi tertentu yang dapat mencegah pikiran untuk bunuh diri berubah menjadi upaya untuk hidup. Dialectical behavior therapy (DBT) dan cognitive behavioral therapy for suicide prevention (CBT-SP) adalah combo terapi yang harus dijalani, tapi pada praktiknya jarang dilakukan.
Penting juga untuk bersikap proaktif dengan kesehatan mental, seperti menjalani perawatan, tidur yang cukup, menghabiskan waktu di luar ruangan, berolahraga, mengelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung, melatih keterampilan mengatasi masalah, dan banyak lagi.
Obat juga menjadi bagian penting lainnya, terutama obat serotonergik, seperti Prozac, Zoloft, Lexapro, dan Paxil. Lagi, jangan menunggu sampai merasa ingin bunuh diri. Segera bicara dengan dokter jika membutuhkan obat secepatnya.
Meskipun pencegahan bunuh diri adalah yang terpenting, itu bukan sesuatu yang sepenuhnya ada di tangan diri sendiri. Meskipun intervensi dapat membantu, sulit untuk memprediksi siapa paling berisiko dan kapan mereka bisa menjadi paling berisiko. Jika orang tersebut adalah anak-anak, dianjurkan untuk mengajari mereka keterampilan mengatur emosi seperti menarik napas dalam-dalam, melatih welas asih, dan mengembangkan pengalaman positif sejak dini.