REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG – Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa Amerika Serikat (AS) telah secara ilegal mengizinkan pengadilan untuk membekukan aset perusahaan dan entitas komersial Iran. Washington pun diperintahkan membayar kompensasi yang jumlahnya akan ditentukan kemudian.
Dalam putusannya pada Kamis (30/3/2023), Mahkamah Internasional menyebut AS telah melanggar Treaty of Amity atau perjanjian persahabatan yang diteken Washington dan Teheran pada 1955. AS sebenarnya telah menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018. Namun Iran sudah melayangkan gugatan ke Mahkamah Internasional terkait pembekuan aset oleh AS pada 2016.
Dalam persidangan tahun lalu, AS berpendapat bahwa seluruh kasus harus dibatalkan karena Iran memiliki "tangan yang tidak bersih". AS pun menyebut penyitaan aset adalah hasil dari dugaan sponsor terorisme oleh Teheran. Namun Mahkamah Internasional menolak pembelaan itu sepenuhnya dan memutuskan bahwa perjanjian persahabatan itu sah.
Namun dalam putusannya pada Kamis lalu, para hakim di Mahkamah Internasional menjelaskan bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas aset senilai 1,75 miliar dolar AS milik Bank Sentral Iran yang ditahan oleh Washington. Hal itu karena bank sentral bukan perusahaan komersial. Oleh sebab itu entitasnya tidak dilindungi dalam Treaty of Amity 1955.
Putusan Mahkamah Internasional bersifat mengikat. Namun ia tak memiliki cara untuk menegakkannya. AS dan Iran adalah segelintir negara yang pernah mengabaikan keputusan pengadilan tersebut di masa lalu.
Terkait putusan pada Kamis lalu, wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel mengaku menyayangkan beberapa aspek dari putusan Mahkamah Internasional. Namun Patel menyebut, secara keseluruhan, Washington tetap menyambut putusan itu. “Secara umum kami percaya bahwa keputusan hari ini merupakan pukulan besar bagi kasus Iran,” katanya.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Iran juga menyambut putusan Mahkamah Internasional. Menurut mereka, putusan tersebut adalah indikasi kekuatan dan keandalan tuntutan Iran. Kemenlu Iran mengungkapkan, Iran akan menggunakan semua cara diplomatik, hukum, dan peradilan untuk mengejar tuntutannya.