REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam ketika melaksanakan sholat membaca doa, yakni doa yang paling pertama dibaca setelah mengucapkan takbiiratul ihram. Doa tersebut disebut doa iftitah atau istiftah.
Doa iftitah atau istiftah ini senantiasa diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW di awal sholatnya. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membuka sholatnya dengan doa iftitah atau istiftah adalah pertanyaan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah SAW, ketika ia melihat Nabi SAW terdiam sebelum memulai bacaan Al-Fatihah setelah mengucapkan takbiiratul ihram.
Berikut adalah tiga macam doa iftitah atau istiftah.
Pertama, doa iftitah atau istiftah yang mengandung penekanan makna yang berkaitan dengan permintaan pengampunan dan pembersihan dari dosa-dosa.
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
“Allaahumma Baa’id Bainii Wa Baina Khathaayaaya Kamaa Baa’adta bainal Masyriqi Wal Maghrib. Allaahumma Naqqinii Minal Khathaayaa Kamaa Yunaqqats Tsaubul Abyadlu Minad Danas. Allaahummaghsil Khathaayaaya Bil maa-i Wats Tsalji Wal Barad”
“Ya Allah, jauhkanlah aku dari kesalahan dan dosa-dosaku sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan dan dosa-dosaku sebagaimana bersihnya pakaian putih dari kotoran. Ya Allah cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan embun.”
Kedua, doa iftitah atau istiftah yang mengandung pengagungan, pujian serta pensucian kepada Allah dari segala sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Allaahu akbaru Kabiraa Walhamdulillaahi Katsiiraa, Wa Subhaanallaahi Bukratan Wa’ashiilaa
Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang.
Ketiga, doa iftitah atau istiftah yang di dalamnya terkandung pengakuan dan berita dari seorang hamba tentang apa-apa yang menjadi kewajibannya, berupa perendahan diri, ketundukan di hadapan Pencipta langit dan bumi.
اللَّهُ أَكْبَرُ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ
Allahu Akbar. Wajjahtu Wajhiya Lilladzii Fatharas Samaawaati Wal Ardha Haniifan Musliman Wamaa Anaa Minal Musyrikiin. Inna Shalaatii Wa Nusukii Wa Mahyaaya Wa Mamaatii Lillaahi Rabbil ‘Aalamiina. Laa Syariikalahu Wa Bidzaalika Umirtu Wa Ana Minal Muslimiin. Allahumma Antal Maliku Laa Ilaaha Illaa Anta Subhaanaka Wabihamdika
Allah Maha Besar. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan atau dalam keadaan tunduk, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan-Nya. Yaa Allah, Engkaulah penguasa, tidak ada yang berhak disembah selain dirimu. Maha Suci engkau dan Maha Terpuji.
Nabi Muhammad SAW tidak membiasakan dengan membaca doa iftitah atau istiftah satu versi saja. Rasulullah SAW menggunakan berbagai bentuk doa iftitah atau istiftah. Maka seseorang tidak diharuskan membaca versi tertentu, apapun pilihannya itu sah-sah saja selama yang diucapkan berdasarkan dengan sumber yang shahih.