REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali melakukan sita eksekusi aset-aset milik Benny Tjokrosaputro. Benny Tjokro merupakan terpidana penjara seumur hidup dalam kasus korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, tim jaksa eksekutor menyita 16 bidang lahan seluas 250,31 meter persegi. Lahan ini disebut terafiliasi kepemilikannya dengan bos PT Hanson Internasional tersebut.
“Sita eksekusi terhadap aset tersebut dilakukan atas dasar perintah kejaksaan untuk melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang dana investasi PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018,” kata Ketut dalam siaran pers, Jumat (31/3/2023).
Sita eksekusi terhadap lahan kepemilikan afiliasi Benny Tjokro itu dilakukan pada Kamis (30/3/2023). Ketut menerangkan, sita eksekusi dilakukan di lokasi objek perampasan. Yakni di Desa Gintung Cilejet, Kecamatan Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Sita eksekusi tersebut, juga dilakukan dengan menitipkan objek rampasan tersebut ke camat Parung Panjang, untuk ditempatkan di bawah pengawasan dan pengelolaan benda sitasaan. “Penitipan sitaan tersebut dilakukan guna objek sitaan tersebut, mendapatkan perawatan khusus,” ujar Ketut.
Ketut melanjutkan, proses sita eksekusi aset-aset milik terpidana Benny Tjokro, akan terus dilakukan sampai terpenuhinya angka pengganti kerugian negara dalam kasus Jiwasraya. Dalam kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya, angka kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun.
Dua tersangka utama dalam kasus tersebut diganjar hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan. Selain Benny Tjokro, terpidana penjara dalam kasus tersebut adalah Heru Hidayat, bos di PT Trada Alam Minera. Selain dipidana penjara seumur hidup, pengadilan juga menghukum keduanya untuk membayar pengganti kerugian negara masing-masing senilai Rp 6,08 triliun dan Rp 10,6 triliun.
Kejajung pada Kamis (2/2/2023) lalu mengumumkan hasil pengembalian ke kas negara uang pengganti kerugian negara dalam kasus Jiwasraya baru mencapai Rp 3,11 triliun. Nilai tersebut masih jauh dari angka kerugian negara yang besarnya mencapai Rp 16,8 triliun.