REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Arianti Anaya mengemukakan Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup bagi kalangan dokter di Indonesia masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
"Pemerintah perlu melakukan perbaikan dan penyederhanaan proses registrasi dan izin praktik, di mana STR akan berlaku seumur hidup," kata Arianti Anaya dalam Sosialisasi RUU Kesehatan yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Ia mengatakan, masa berlaku STR akan serupa dengan ijazah pendidikan yang berlaku seumur hidup. Pembaruan STR yang selama ini dilakukan setiap 5 tahun sekali, lanjutnya, masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang dikeluhkan kalangan dokter.
Arianti mengatakan perubahan masa berlaku STR tidak akan mengesampingkan fungsi penjagaan mutu dan kompetensi tenaga kesehatan.
"Kebijakan ini sedang kami godok dengan melihat perbandingan existing STR yang berlaku 5 tahun dan seumur hidup. Namun tetap saja STR ini bisa dicabut jika ada pelanggaran tertentu meski masa berlakunya seumur hidup," katanya.
Selain STR, Arianti juga menyinggung tentang penerbitan Surat Izin Praktik (SIP) yang belum terstandar. Sebab estimasi penerbitan yang berkisar antara 3 hingga 6 bulan sejak pengajuan, belum memberikan jaminan pada pelayanan dokter.
"Saya kalau mau urus STR, kalau saya dibilang akan selesai 6 bulan, maka saya akan mulai melakukan pengusulan 6 bulan sebelumnya. Kalau tidak tertulis, dan SIP belum selesai (sesuai waktu), banyak dokter yang terpaksa berhenti berpraktik," katanya.
DIM lainnya adalah biaya pengumpulan Satuan Kredit Profesi (SKP) melalui seminar, masih memiliki tarif yang bervariasi. "Ada yang murah, gratis, dan ada yang mahal," katanya.
Selain itu penerbitan SIP belum berimbang sesuai dengan kebutuhan layanan, di mana dokter atau tenaga medis dibutuhkan di suatu daerah. Langkah penyederhanaan SIP/STR melalui RUU Kesehatan juga dilakukan melalui pemenuhan kompetensi yang teregistrasi secara mandiri serta terintegrasi dengan data pusat dan daerah.
"Kami juga melakukan standardisasi pembobotan SKP dan kemudahan akses pelatihan maupun seminar. Penerbitan SIP juga mempertimbangkan pemerataan distribusi tenaga kesehatan dan medis," katanya.
Arianti mengemukakan hal itu dalam rangka menjawab masalah perizinan praktek dokter yang kini masih berbelit di Indonesia. Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Sadikin mengatakan layanan praktek dokter akan disederhanakan dengan menggabungkan penerbitan STR dan SIP.
"Surat izin susah, STR susah. Kenapa sih STR dan SIP dibikin dua-duanya lima tahun? Kasihan dokter-dokter. Digabung saja STR dan SIP jadi Surat Izin Dokter, tapi pengawasan kompetensinya harus tetap ada untuk memastikan dokter yang berkualitas," ujarnya.