REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH Said Aqil Siradj menegaskan, perpecahan bangsa jangan sampai terjadi. Salah satunya dipicu kontestasi politik Pemilu 2024.
Selain itu, dia menekankan hubungan antarormas Islam, harus mengedepankan toleransi, saling menghargai, dan menghormati.
Dia mengatakan penolakan ormas Islam terhadap ormas lain, merupakan ketidakmampuan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia memiliki banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, sehingga menurutnya perbedaan adalah keniscayaan diantara Ormas Islam.
Dalam keterangannya, Sabtu (1/4/2023), Kiai Said mengatakan selama Ormas Islam itu berkomitmen dan berpegang teguh penguatan “Empat Pilar Kebangsaan”, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seharusnya sudah tidak ada perdebatan.
"Ukuran standarnya, selama masih komitmen dengan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI selesai (tidak perlu diperdebatkan). Ormas apapun kalau menerima Empat Pilar Kebangsaan, masalah sudah selesai," kata Kiai Said yang ditemui saat Tadarus Kebangsaan yang dihelat LPOI pada 25-26 Maret lalu di Jakarta lalu.
Bahkan, dia turut menegaskan sesama ormas yang resmi dan legal harus saling menghormati, sebab perbedaan adalah hal yang biasa. "Berbeda itu hal biasa, tapi saling menghormati, tidak saling menyalahkan, tidak mengklaim kebenaran. Hanya kami yang benar, kamu salah, kamu sesat. Itu intoleran, yang harus kita tolak," ujarnya.
Senada dengan pandangan KH Said Aqil Siradj, Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia, KH Chriswanto Santoso, menegaskan pihaknya mendudukkan “Empat Pilar Kebangsaan” sebagai program teratas, baik dalam tataran organisasi maupun individu warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
“Pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah yang bernaung di bawah Lembaga Dakwah Islam Indonesia, selalu melaksanakan upacara bendera sebagai bukti komitmen cinta kepada Pancasila dan NKRI,” tutur dia.
Kiai Chriswanto mengungkapkan, pihaknya berkomitmen tentang kebangsaan sejak awal pendiriannya pada 1972.
“Sejak tanggal 1 Juli 1972, Lembaga Dakwah Islam Indonesia merupakan ormas Islam berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Komitmen ini, dipertahankan dan diperjuangkan sampai dengan saat ini,” ujarnya.
Dia menjelaskan, Lembaga Dakwah Islam Indonesia terus menjaga perjuangan tersebut. Bukan hanya konsep, melainkan diterapkan dalam bentuk kontribusi.
“Komitmen kebangsaan ini, kami tuangkan dalam bentuk dokumen organisasi di seluruh jajaran Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Sumbangan pemikiran Pancasila, kami konsepkan dan tuangkan di daerah-daerah,” pungkasnya.
Dia menjelaskan, pemikiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia mengenai Pancasila dalam konstruksi keindonesiaan.
“Sila pertama, Pancasila harus menjadi fondasi dan sekaligus mewarnai empat sila yang lain. Demikian juga, sila-sila Pancasila juga saling mewarnai,” tutur dia.
Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?
Lembaga Dakwah Islam Indonesia tidak menjadikan sila pertama sebagai bingkai kebangsaan, karena berpotensi melahirkan negara agama.
“Ini bisa mendorong lahirnya negara agama. Islam memang mayoritas, tapi di beberapa wilayah justru minoritas. Ini mendorong lahirnya chauvinisme agama dan terjadi penindasan,” katanya.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia menilai dengan memahami semangat dan jiwa yang tergali dari sejarah kelahiran Pancasila, maka sila Persatuan Indonesia menjadi bingkai sila-sila yang lain. “Jadi, apapun agama yang dipeluk, aktualisasi kemanusiaan yang dilakukan, bentuk demokrasi yang dijalankan, dan model keadilan yang diterapkan, harus tetap dalam bingkai persatuan Indonesia, atau tetap dalam bingkai NKRI,” jelasnya.