REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Timur Tengah telah menjadi rumah bagi para miliarder. Bahkan, Arab Saudi telah menjadi rumah bagi 72 miliarder dan 42 miliarder lain ada di Uni Emirat Arab (UEA).
Berdasarkan data dari Preqin, perusahaan data investasi swasta yang berbasis di London, saat ini terdapat 262 perusahan yang dimiliki keluarga inti dan gabungan keluarga dekat yang tersebar di wilayah tersebut. Hal tersebut menghadirkan peluang yang signifikan bagi pengelola dana luar negeri untuk mengakses modal di negara Teluk dan mengambil peluang investasi di wilayah tersebut.
Kepala Pengembangan Bisnis untuk Dana, Amerika di Ocorian, Marc vab Rijckevorsel, turut mengomentari apa yang mendorong keinginan penggalangan dana dari manajer-manajer Amerika Serikat di Timur Tengah. Pasalnya, aliran modal ke Timur Tengah dalam 12 – 18 bulan terakhir sangat tinggi, sebagian besar karena harga minyak dan gas yang tinggi.
"Karena investor ingin modal ini dikerahkan, tetapi tidak dapat dengan mudah diserap ke dalam ekonomi domestik, investor mencari secara global di yurisdiksi lain," terangnya dalam diskusi Ocorian yang dikutip, Jumat (31/3/2023).
Diketahui, AS telah mengalami kesulitan mengumpulkan modal di pasar mereka sendiri. Hal inilah menjadikan Timur Tengah sebagai peluang alternatif yang sangat baik.
Kepala Pengembangan Bisnis Global, Timur Tengah di Ocorian, Lynda O\'Mahoney mengatakan selama ini para manajer di AS dapat melihat dana kekayaan negara dipandang sebagai sumber utama modal di Timur Tengah. Padahal, perusahaan keluarga justru menghadirkan pasar yang lebih menarik.
"Terutama di mana mereka dipengaruhi oleh generasi investor berikutnya yang ingin mendiversifikasi portofolio mereka di luar pasar domestik dan kelas aset konvensional," terangnya.
Mitra dari London dan Dubai, di Mayer Brown Barry Cosgrave mengatakan, perusahaan keluarga telah tumbuh dengan kemajuan karena para miliarder tersebut ingin mengamankan kekayaan untuk masa depan dan menafkahi generasi yang akan datang. Sehingga, mereka mencari lebih banyak akses ke aset yang terdiversifikasi dan pedanaan yang canggih dan manajer investasi.
"Baru-baru ini, pengelola dana menghadapi tantangan untuk melakukan bisnis di Timur Tengah. Kecuali dana mereka sesuai dengan hukum Syariah, yang melarang investasi yang tidak haram dan mengecualikan perusahaan dengan tingkat pinjaman yang tinggi," ujarnya.