REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Transaksi kripto menjadi salah satu poin yang dibahas dalam rangkaian ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings (AFMGM) yang digelar pada 28-31 Maret di Bali. Bank sentral di ASEAN sepakat untuk memperkuat pengawasan aset kripto.
"Kami akan mengedepankan aturan dalam aktivitas kripto untuk menghindari risiko-risiko yang ada," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil akhir ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting, Jumat (31/3/2023).
Sebagai langkah awal, lanjut Perry, ASEAN akan memetakan berbagai risiko yang berpotensi terjadi. Kemudian aturan dibuat berdasarkan tiga area meliputi aktivitas perdagangan, mitigasi risiko hingga dari sisi perlindungan konsumen.
Selain itu, regulasi yang dibuat juga memastikan bahwa transaksi kripto harus terbebas dari praktik cuci uang serta pendanaan terorisme. Menurut Perry, pengawasan kripto nantinya tidak akan bergantung pada satu institusi saja.
Di Indonesia, transaksi kripto diawasi oleh Bank Indonesia dan juga Otoritas Jasa Keuangan. Sementara untuk area pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme berada di bawah pengawasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dalam diakusi selanjutnya, pembahasan akan didorong ditingkat global. "Bagaimana format koordinasi antar departemen ini bisa baik untuk semua komunitas. Oleh sebab itu harus didiskusikan secara global," kata Perry.