REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menggarap film pendek dan serial memiliki sejumlah perbedaan. Hal itu dirasakan sineas Wahyu Agung Prasetyo ketika menyutradarai film pendek Tilik dan kini kembali mengarahkan serial "Tilik The Series" yang sudah bisa ditonton di WeTV.
"Secara treatment syuting tentu beda. Syuting untuk film pendeknya hanya empat hari. Di series kami syuting selama 24 hari. Prosesnya panjang. Karena di film pendek fokus hanya di truk dan perjalanan. Di serial, ceritanya melebar dan banyak cast baru," kata Agung.
Pada konferensi pers virtual "Tilik The Series", Agung mengungkap bahwa berbagai lapisan cerita akan terbuka dalam serial yang terdiri atas delapan episode itu. Salah satunya, sosok Bu Tejo yang jadi ikon. Bu Tejo yang biasa mengkritisi orang lain, kini dia pun ikut dikritisi.
Tak hanya Bu Tejo, deretan tokoh lain juga menunjukkan berbagai sisi dari diri masing-masing. Ragam konflik itu punya satu latar kisah, yakni ide besar terkait pemilihan lurah. Rentang waktu cerita dalam serial tak jauh beda dari film pendeknya silam.
Seperti film pendeknya, "Tilik The Series" digarap oleh rumah produksi Ravacana Films. Kini, Ravacana bekerja sama dengan MD Entertainment dan WeTV. Skenario serial digarap oleh Bagus Sumartono bersama Vanis, yang keduanya berasal dari Ravacana.
Menurut Vanis, pihak kolaborator memberikan ruang eksplorasi yang luas bagi penulis. Berkat itu, Ravacana bisa mengusung elemen yang familier dengan Yogyakarta. Seperti di film pendek, dialog dalam serial didominasi bahasa Jawa dengan terjemahan bahasa Indonesia. "Aktor dan kru kami pun semuanya berasal dari Yogyakarta," ujar Vanis.
Bagus Sumartono menyampaikan inspirasinya menggarap naskah serial. Bagus dahulu juga menulis naskah film pendek Tilik. Setelah film pendeknya viral, dia berusaha meneruskan kisah para tokohnya dengan berbagai konflik.
Inti dari kisah yang kini diusung Bagus adalah sosok perempuan yang punya banyak sekali tugas dan peran dalam hidupnya. Bagus mendapati banyak perempuan menguasai kemampuan mengerjakan banyak tugas sekaligus alias multitasking.
Dia terkagum-kagum dengan itu dan menuangkannya dalam cerita. Tidak hanya berhenti di figur Bu Tejo, tetapi juga banyak tokoh perempuan lain. "Itu jadi value di tayangan ini. Multitasking bukan menjadi semacam ledekan atau olok-olok, tapi memang begini situasi sehari-hari yang kami temui," kata Bagus.