REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan memastikan kebijakan impor gula yang tiba bertahap pada tahun ini tidak akan mengganggu produksi dalam negeri. Pemerintah sudah mempunyai neraca pangan, sehingga datangnya impor gula ini dipastikan tidak bertabrakan dengan musim giling tebu.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso menjelaskan saat ini kebutuhan gula nasional sebesar 3,4 juta ton. Sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu 2,6 juta ton.
“Jangan bilang lagi kita suka impor, karena memang kebutuhan ke depannya atau kurang baru kita impor. Kalau surplus kita ekspor, kalau butuh kita impor,” kata Budi di Pelabuhan Tanjung Priok, Sabtu (1/4/2023).
Terlebih lagi, selain ada gap antara produksi dalam negeri dan kebutuhan, ada masa panen dan musim giling tebu. Butuh lima bulan sampai enam bulan untuk musim panen tebu. Untuk itu, langkah impor ini untuk mengisi gap kebutuhan saat tidak panen.
"Panen dan produksi hanya 5-6 bulan setiap tahun. Hanya bulan mei dan november, jadi memang kita perlu backup untuk memenuhi kebutuhan tersebut," ujar Budi.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menambahkan stok gula saat ini masih ada carry over dari tahun lalu sebesar 1 juta ton. Untuk itu, meski ada tambahan impor, Bapanas berkomitmen untuk mengatur stok sehingga tidak terjadi penumpukan stok.
"Kita akan atur itu. Karena juga masih ada carry over, ini kita mundurin yang semestinya di jadwalkan awal tahun. Jadi ini bisa pas," ujar Arief ditemui di tempat yang sama.