Sabtu 01 Apr 2023 21:47 WIB

Pakar Ingatkan Lebih Berhati-hati Bagikan Data Pribadi dalam Transaksi Online

Penyerahan data pribadi kepada penjual berpotensi pada penyalagunaan pihak lain

Transaksi online (Ilustrasi). Penyerahan data pribadi kepada penjual, seperti nama lengkap, nomor gawai, alamat, nomor kartu debit/kredit dan data lainnya, bisa berakibat pada penyalahgunaan oleh pihak lain
Transaksi online (Ilustrasi). Penyerahan data pribadi kepada penjual, seperti nama lengkap, nomor gawai, alamat, nomor kartu debit/kredit dan data lainnya, bisa berakibat pada penyalahgunaan oleh pihak lain

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Digitalisasi memiliki efek negatif yang jarang dibahas oleh para pengguna digital. Utamanya, terkait keamanan data konsumen dalam transaksi online. 

Padahal, keamanan data merupakan hal yang sangat krusial di tengah pesatnya perkembangan aktivitas digital saat ini.”Seringkali, tanpa sadar, konsumen dapat dengan mudah memberikan data pribadi mereka agar kelancaran bertransaksi online. Hati-hati,” tutur Ketua Relawan TIK Surabaya Muhajir Sulthonul Aziz dalam keterangan tulis, Sabtu (1/4/2023).

Muhajir menyebut penyerahan data pribadi kepada penjual, seperti nama lengkap, nomor gawai, alamat, nomor kartu debit/kredit dan data lainnya, bisa berakibat pada penyalahgunaan oleh pihak lain.

Agar aman bertransaksi online, Muhajir memberikan tips bertransaksi digital secara aman. Pertama, cek kevalidan penjual: apakah benar penjual asli atau akun palsu yang berkedok jualan untuk menipu korban. Caranya, bisa dengan mengamati dan membandingkan dengan penjual lain.

”Lihat track record penjualan, baca testimoni dari pelanggan lain, pastikan menggunakan website premium (.com, .id), dan pastikan nomor rekening yang digunakan milik penjual atau perusahaannya,” sebut Muhajir dalam diskusi bertajuk ”Keamanan Data Pribadi dalam Transaksi Online” itu.

Selanjutnya, cek kontak person penjual, cek rekening penjual melalui website cekrekening.id, periksa dan ubah kode keamanan berkala, serta jangan bagikan kode apa pun kepada orang lain. ”Misalnya kode otp, password, finger, dan lainnya,” tandas Muhajir.

Sejak dua tahun silam, Kemenkominfo aktif menyelenggarakan program #literasidigitalkominfo untuk meningkatkan literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia pada 2024. Program bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan teknologi digital secara positif, produktif, dan aman. Pada 2023, program ini menargetkan 5,5 juta warga masyarakat sebagai peserta.

Sesuai tema, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Probolinggo Lukman Hakim menegaskan, dari 215,63 juta pelanggan internet di Indonesia, kurang dari 10 persen mengaku pernah belanja dan bertransaksi di internet. Alasannya terkait masalah keamanan dalam pembayaran, kekhawatiran terhadap kualitas barang, dan budaya ”shopping as a leisure” (lebih suka belanja secara langsung karena sekaligus rekreasi).

Lukman Hakim menambahkan, transaksi online sebagai bagian dari e-commerce merupakan peluang bagi para pengusaha, khususnya pengusaha kecil dan menengah, untuk menembus pasar global yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Meski begitu, butuh upaya bersama seperti sosialisasi dan edukasi pasar e-commerce, maupun penyiapan infrastruktur fisik yang mendukung aplikasi e-commerce. ”Juga, penyiapan regulasi yang kondusif bagi e-commerce, serta peningkatan kualitas produk nasional agar dapat memenuhi standar internasional dalam menembus pasar global,” pungkas Lukman.

Urgensi mewujudkan masyarakat Indonesia yang #MakinCakapDigital tak lepas dari survei Indeks Literasi Digital Nasional yang dilakukan Kemenkominfo bersama Katadata Insight Center pada 2021. Berdasarkan hasil survei, skor atau tingkat literasi digital masyarakat Indonesia sebesar 3.49 dari 5.00. Dengan skor tersebut, tingkat literasi digital Indonesia berada dalam kategori ”sedang”.

Program IMCD semakin diperlukan, karena – menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan We Are Social – ditemukan data bahwa pengguna internet dan media sosial di Indonesia pada 2021-2022 telah mencapai 220 juta orang. ”Padahal, pada 2019, jumlah itu tak lebih dari 175 juta orang,” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement