REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Lima hari lalu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk memecat Menteri Pertahanan Yoav Gallant karena mengkritisi rencana reformasi peradilan. Namun Netanyahu tidak pernah mengirim surat penghentian resmi dan Gallant masih tampak aktif bekerja seperti biasa di Kementerian Pertahanan.
Gallant melakukan pertemuan dengan menteri luar negeri Azerbaijan, mengunjungi dua pangkalan militer dan menghadiri rapat kabinet keamanan pada Selasa (28/3/2023). Kemudian pada Kamis (30/3/2023) Gallant menghadiri perayaan menjelang liburan Paskah Yahudi bersama direktur dinas keamanan Shin Bet. Kementerian Pertahanan merilis foto Gallant sedang tersenyum di samping Direkturku Shin Bet, Ronen Bar.
“Kami memiliki kewajiban untuk menenangkan semangat dalam masyarakat Israel dan mempertahankan wacana yang inklusif dan menyatukan,” kata Gallant.
Pertanyaan seputar nasib Kementerian Pertahanan Israel yang krusia mencerminkan ketegangan yang memecah Koalisi sayap kanan Netanyahu. Hal ini juga merupakan ujian kepemimpinan bagi Netanyahu yang menjabat sebagai perdana menteri terlama Israel.
Keputusan Netanyahu untuk menghentikan rencana melemahkan Mahkamah Agung Israel dalam menghadapi gerakan protes terbesar di negara itu menggarisbawahi tindakan rumit yang harus dilakukan perdana menteri dalam menyatukan koalisi pemerintahannya. Di satu sisi, Netanyahu harus menyenangkan mitra koalisi sayap kanan dan konservatif religius yang mendukung perombakan yudisial. Koalisi ini telah mengangkat Netanyahu ke tampuk kekuasaan.
Kantor Netanyahu menolak berkomentar lebih lanjut tentang status Gallant yang belum terselesaikan. Tetapi tekanan yang saling bertentangan telah mengakibatkan kebuntuan atas masa depan Gallant.
“Netanyahu memiliki ekstremis yang mengelilinginya dan mereka ingin melihat darah, mereka ingin melihat Gallant disingkirkan,” kata seorang ilmuwan politik di Hebrew University of Jerusalem, Gayil Talshir.
Talshir mengatakan, Gallant sebagai pejabat senior Partai Likud telah membuktikan dirinya sebagai seseorang yang lebih mementingkan kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi Netanyahu. Secara resmi memecat dan mengganti Gallant dapat memicu reaksi dari puluhan ribu pengunjuk rasa Israel yang turun ke jalan setiap minggu, termasuk dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
AS telah menyatakan kekhawatiran tentang upaya Netanyahu untuk mengubah sistem peradilan Israel. Kritik blak-blakan Presiden Biden terhadap perombakan tersebut menyebabkan perselisihan terbuka yang jarang terjadi antara sekutu.
“Pemerintahan Biden melihat Gallant sebagai seseorang yang dapat diandalkan, seseorang yang dapat mereka ajak bekerja sama,” kata analis Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat yang berbasis di Israel, Ehud Yaari.
Pekan ini, Netanyahu menggelar pertemuan untuk membahas langkah alternatif potensial selanjutnya bagi Gallant. Media Israel melaporkan sejumlah proposal yang akan memungkinkan Gallant untuk tetap bertahan, termasuk bahwa dia menawarkan permintaan maaf publik. Opsi lainnya yaitu Gallant tetap sebagai menteri pertahanan tetapi mengundurkan diri dari parlemen dan kehilangan kemampuannya untuk memberikan suara menentang perombakan peradilan tersebut. Tetapi pada Jumat (31/3/2023) tampaknya Gallant dan Netanyahu masih belum mencapai kesepakatan.
“Pada dasarnya semua ini adalah kesadaran (Netanyahu) dan sebagian besar Likud bahwa memecat Gallant adalah kesalahan besar. Netanyahu mencoba untuk tetap berada di atas air, tetapi dia tidak bisa benar-benar berenang," kata Yaari.