REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap orang mungkinpernah mengalami stres. Mulai dari stres akut hingga normal. Namun, Anda perlu mewaspadai stres kronis.
Psikiater dan asisten profesor serta direktur kesehatan di Fakultas Kedokteran Washington University School of Medicine, Amerika Serikat (AS), Jessi Gold mengatakan, tidak seperti stres akut yang merupakan reaksi terhadap peristiwa tertentu, stres kronis adalah perasaan tertekan atau kewalahan yang konsisten untuk jangka waktu yang lama.
Stres kronis tidak alami atau sehat. Tubuh mengembangkannya untuk menanggapi ancaman. Ketika menghadapi ancaman, tubuh pada dasarnya bersiap untuk melarikan diri atau melawan.
“Namun, jika ancaman itu tidak pernah hilang, pada dasarnya kita selalu berlari atau melawan, tanpa kesempatan untuk bersantai. Itu bisa terasa tidak pernah berakhir dan putus asa serta dapat memiliki konsekuensi kesehatan mental dan fisik,” kata Gold dikutip dari laman USA Today, Sabtu(1/4/2024).
Apa yang menyebabkan stres kronis?
Penyebab stres kronis bisa rumit, tetapi ada faktor risikonya. Gold menjelaskan ada banyak hal yang dapat membuat seseorang lebih berisiko mengalami stres kronis.
Salah satunya adalah tempat kerja yang toksik atau lingkungan sekolah. Bisa jadi di lingkungan sekolah, ada diskriminasi, intimidasi atau pelecehan yang membuat mereka semakin buruk.
“Yang lainnya bisa berupa stres atau masalah dalam suatu hubungan. Seseorang mungkin juga mengalami stres kronis jangka panjang karena tumbuh dalam kemiskinan atau terkena trauma yang signifikan,” ujarnya.
Apa saja gejala stres kronis?
Orang bereaksi terhadap stres kronis dengan cara yang berbeda, tetapi Gold mengatakan ada gejala umum, seperti:
-Nyeri otot
-Sakit kepala
-Menggertakkan gigi
-Insomnia
-Kelelahan
-Pelupa, dan/atau kesulitan berkonsentrasi
Stres kronis bisa menjadi awal dari kecemasan, gangguan mood, serta insomnia. Idealnya, stres kronis harus dikenali dan dikelola sejak dini.
Apa saja perubahan fisiologis yang terjadi akibat stres kronis?
Stres kronis dapat mengubah komposisi otak Anda. Penelitian telah menunjukkan hormon stres tingkat tinggi dapat mengecilkan bagian otak Anda yang terlibat dalam memori, bagian yang mengatur emosi, dan bagian yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan. Yale Medicine mengatakan stres kronis juga dikaitkan dengan kondisi lain seperti hipertensi, penyakit jantung, obesitas dan sindrom metabolik, diabetes tipe II, dan radang sendi.
Penyebab stres mungkin datang dan pergi, tetapi ada tindakan yang dapat Anda lakukan untuk membantu meminimalkan perasaan stres kronis. Sesulit apa pun yang harus dilakukan, Anda bisa berusaha mencari waktu, bahkan lima menit untuk diri sendiri dan melakukan sesuatu yang Anda sukai. Ini terbukti dapat membuat perubahan.
"Beberapa orang mungkin menemukan manfaat yang signifikan berbicara dengan terapis untuk membantu mengatasi stres mereka, terutama karena sumber stres sering kali tidak menunjukkan tanda-tanda akan berubah atau membaik dalam waktu dekat," kata dia.