Ahad 02 Apr 2023 05:35 WIB

Pakar Unair: Membela Palestina Harus Selaras dengan Kepentingan Nasional

Kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 disebut kontraproduktif.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua Umum PSSI Erick Thohir berfoto bersama para pemain, staf pelatih, dan ofisial timnas Indonesia U-20 di Gelora Bung Karno, Sabtu (1/4/2023)
Foto: Dok PSSI
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Ketua Umum PSSI Erick Thohir berfoto bersama para pemain, staf pelatih, dan ofisial timnas Indonesia U-20 di Gelora Bung Karno, Sabtu (1/4/2023)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hubungan internasional Universitas Airlangga (Unair) Joko Susanto menilai, batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 harus menjadi pelajaran, baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia ke depan. Apalagi pembatalan yang dilakukan FIFA merupakan buntut dari penolakan terhadap Timnas Israel.

Joko mengatakan, menjalankan amanat untuk membela Palestina bukan berarti Indonesia harus mengorbankan kepentingan nasional. Ia menekankan, membela negara mana pun harus tetap selaras dengan kepentingan nasional.

"Momentum ini menjadi pelajaran besar di kemudian hari. Bahwa upaya mendukung dan membela negara mana pun harus tetap selaras dengan kepentingan nasional kita. Kalau tidak, ya kita akan seperti ini lagi, mengalami tragedi besar," ujarnya, Jumat (31/3/2023).

Joko mengatakan, ke depan, pemerintah Indonesia harus lebih kreatif dalam menghadapi situasi pelik yang melibatkan kepentingan nasional. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat juga harus lebih mengutamakan langkah strategis, alih-alih mengedepankan emosi dan sudut pandang beku secara ideologis.

"Bagi pemerintah Indonesia, tampaknya kita harus merumuskan sudut pandang baru dalam upaya kita membela Palestina ke depan. Tragedi ini tidak boleh terulang lagi," ujarnya.

Alumnus London School of Economics and Political Science (LSE) itu menambahkan, kegagalan Indonesia kali ini justru menjadi kontraproduktif. Pasalnya, Indonesia meletakkan upaya pembelaan Palestina dalam posisi diametral dengan penggemar sepak bola.

"Itu kerugian lho. Bukan tidak mungkin, masyarakat penggemar bola akan mengingat gerakan pembelaan ini (bela Palestina) sebagai sebuah masalah," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement