REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hubungan internasional Universitas Airlangga (Unair) Joko Susanto menilai, batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 harus menjadi pelajaran, baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia ke depan. Apalagi pembatalan yang dilakukan FIFA merupakan buntut dari penolakan terhadap Timnas Israel.
Joko mengatakan, menjalankan amanat untuk membela Palestina bukan berarti Indonesia harus mengorbankan kepentingan nasional. Ia menekankan, membela negara mana pun harus tetap selaras dengan kepentingan nasional.
"Momentum ini menjadi pelajaran besar di kemudian hari. Bahwa upaya mendukung dan membela negara mana pun harus tetap selaras dengan kepentingan nasional kita. Kalau tidak, ya kita akan seperti ini lagi, mengalami tragedi besar," ujarnya, Jumat (31/3/2023).
Joko mengatakan, ke depan, pemerintah Indonesia harus lebih kreatif dalam menghadapi situasi pelik yang melibatkan kepentingan nasional. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat juga harus lebih mengutamakan langkah strategis, alih-alih mengedepankan emosi dan sudut pandang beku secara ideologis.
"Bagi pemerintah Indonesia, tampaknya kita harus merumuskan sudut pandang baru dalam upaya kita membela Palestina ke depan. Tragedi ini tidak boleh terulang lagi," ujarnya.
Alumnus London School of Economics and Political Science (LSE) itu menambahkan, kegagalan Indonesia kali ini justru menjadi kontraproduktif. Pasalnya, Indonesia meletakkan upaya pembelaan Palestina dalam posisi diametral dengan penggemar sepak bola.
"Itu kerugian lho. Bukan tidak mungkin, masyarakat penggemar bola akan mengingat gerakan pembelaan ini (bela Palestina) sebagai sebuah masalah," ujarnya.