REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Menteri Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina Oleksiy Danilov menguraikan serangkaian langkah yang akan diambil pemerintah setelah negara itu merebut kembali kendali Krimea. Mereka akan membongkar jembatan strategis yang menghubungkan semenanjung Laut Hitam dengan Rusia.
Danilov menerbitkan rencana tersebut saat militer Ukraina bersiap untuk serangan balasan musim semi. Aksi tersebut diharapankan membuat keuntungan baru yang menentukan akhir dari lebih dari 13 bulan perang bersama Rusia.
Dalam saran Danilov itu menuntut orang Ukraina yang bekerja untuk pemerintahan yang ditunjuk Rusia di Krimea. Beberapa akan menghadapi tuntutan pidana dan yang lainnya akan kehilangan pensiun pemerintah yang dilarang dari pekerjaan publik.
Semua warga negara Rusia yang pindah ke Krimea setelah 2014 harus diusir. Semua kesepakatan real estat yang dibuat di bawah pemerintahan Rusia dibatalkan.
Sebagai bagian dari rencana masa depan, Danilov juga menyerukan pembongkaran jembatan sepanjang 19 kilometer yang dibangun Rusia ke Krimea. Sebuah bom truk merusak jembatan yang terpanjang di Eropa pada Oktober. Moskow menyalahkan intelijen militer Kiev atas serangan itu.
Rusia telah memperbaiki bagian jembatan yang rusak dan memulihkan aliran pasokan ke Krimea, yang berfungsi sebagai pusat utama militer Rusia selama perang. Ukraina tidak mengklaim bertanggung jawab atas bom tersebut, tetapi pejabat Ukraina telah berulang kali mengancam akan menyerang jembatan tersebut di masa lalu.
Danilov juga berpendapat untuk mengganti nama kota Sevastopol yang telah menjadi pangkalan utama Armada Laut Hitam Rusia sejak abad ke-19. Dia mengatakan, itu bisa disebut Objek No. 6 sebelum parlemen Ukraina memilih nama lain, menyarankan nama Akhtiar yang merupakan sebuah desa yang pernah berdiri di kota itu sekarang.
Kepala Sevastopol yang ditunjuk Rusia Mikhail Razvozhayev mengabaikan rencana Danilov sebagai ucapan orang sakit. “Salah jika memperlakukan komentar orang sakit dengan serius. Mereka harus disembuhkan, dan itulah yang dilakukan militer kita sekarang,” kata Razvozhayev kepada kantor berita milik pemerintah Rusia Tass.