Senin 03 Apr 2023 16:35 WIB

Ini Pemicu Remaja Perempuan Mudah Alami Tekanan Mental

Sering bermain media sosial membuat remaja dibombardir pesan yang tidak realistis.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
Media sosial memiliki risiko besar karena memacu perbandingan dan persaingan yang mudah memicu tekanan mental(ilustrasi)
Foto: Republika
Media sosial memiliki risiko besar karena memacu perbandingan dan persaingan yang mudah memicu tekanan mental(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kondisi kesehatan mental remaja perempuan yang lebih buruk dipicu berbagai hal. Isolasi sosial yang terjadi selama Covid-19 sangat menantang bagi gadis remaja. Terlebih, remaja perempuan terbiasa dengan kedekatan emosional, pengasuhan, dan dukungan yang lebih besar dalam hubungan teman sebaya.

Banyak remaja perempuan lantas menggunakan media sosial untuk menciptakan kembali koneksi teman sebaya yang hilang selama pembatasan masa pandemi. Padahal, media sosial memiliki risiko besar karena memacu perbandingan dan persaingan.

Baca Juga

Dikutip dari laman JAMA Network, Senin (3/4/2023), psikiater anak dan reproduksi Misty Richard mengungkapkan lebih banyak waktu yang dihabiskan di media sosial membuat remaja dibombardir pesan yang tidak realistis tentang ukuran dan bentuk tubuh yang ideal. Bisa jadi konten media sosial berkontribusi terhadap gangguan makan di kalangan remaja putri. Ada pula risiko perisakan siber dan intimidasi virtual.

Stres psikologis intens akibat pandemi Covid-19, waktu tunggu yang lama untuk menemui profesional kesehatan mental, dan dorongan impulsif remaja adalah badai yang sempurna untuk meningkatkan risiko percobaan bunuh diri. Tidak seperti orang dewasa yang merencanakan bunuh diri setelah lama "menderita", kaum muda cenderung mencoba bunuh diri pada saat merasa sangat kesal atau stres.

Temuan lain yang sangat mencemaskan dari survei CDC adalah bahwa 18 persen remaja perempuan yang diteliti pernah mengalami kekerasan seksual. Sebanyak 14 persen remaja perempuan juga pernah dipaksa melakukan hubungan seks di luar keinginan.

"Kekerasan seksual mungkin kurang dilaporkan karena anak perempuan menghadapi hambatan dalam pelaporan. Trauma seksual juga meningkatkan risiko kecemasan dan depresi, bersamaan dengan gangguan stres pascatrauma," kata direktur divisi pengobatan remaja di Medical University of South Carolina, Elizabeth Wallis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement