Senin 03 Apr 2023 17:03 WIB

DPRD DIY Tanggapi Tuntutan Massa yang Serbu Gedung Dewan

DIY dari sisi anggaran, menurut Huda, mampu untuk menggratiskan pendidikan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat menggelar unjuk rasa di Halaman DPRD DIY, Yogyakarta, Senin (3/4/2023). Pada aksi ini mereka menuntut mencabut UU Cipta Kerja, kemudian menolak penundaan Pemilu, dan gratiskan pendidikan di Yogyakarta.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat menggelar unjuk rasa di Halaman DPRD DIY, Yogyakarta, Senin (3/4/2023). Pada aksi ini mereka menuntut mencabut UU Cipta Kerja, kemudian menolak penundaan Pemilu, dan gratiskan pendidikan di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menemui massa yang menggelar aksinya di Gedung DPRD DIY, Kota Yogyakarta, Senin (3/4/2023). Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM) menggelar aksinya dengan menuntut beberapa hal, yakni terkait pencabutan UU Cipta Kerja, menolak ditundanya Pemilu 2024, dan menggratiskan pendidikan di DIY.

Menanggapi hal tersebut, Huda menghargai rekan-rekan mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya kepada DPRD DIY. Meski, Huda sendiri sempat ditolak mengingat massa meminta untuk bertemu dengan Ketua DPRD DIY, Nuryadi.

"Saya menghargai rekan-rekan mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya dengan baik dan teratur. Isu yang dibawakan oleh rekan-rekan ini juga merupakan kepedulian dari mereka terhadap permasalahan bangsa Indonesia," kata Huda di DPRD DIY, Kota Yogyakarta, Senin.

Terkait dengan UU Cipta Kerja dan penundaan Pemilu 2024 ini, Huda menyebut pihaknya akan meneruskan tuntutan tersebut ke pusat. Sedangkan, terkait dengan pendidikan, pihaknya akan membahas hal tersebut bersama dengan pemerintah daerah.

"Yang merupakan kewenangan pusat kita teruskan ke pemerintah pusat, yang merupakan kewenangan DIY kami akan bahas bersama di dewan. Saya kira masukan tentang pendidikan gratis itu bagus. Kebetulan kami sedang akan membahas Raperda tentang pembiayaan pendidikan," ujar Huda.

Lebih lanjut, Huda menyebut untuk biaya pendidikan saat ini masih ada selisih antara biaya cost minimal yang telah ditetapkan pemerintah dengan peraturan gubernur, dan total antara Bantuan Operasional Sekolah (BOS) nasional dan BOS daerah. Selisih tersebut sekitar Rp 1,5 juta siswa per siswa per tahun.

Hal ini, kata Huda, perlu disikapi dengan kebijakan. Pilihannya menurut Huda yakni selisih tersebut dibebankan kepada orang tua berupa pungutan atau ditanggung oleh pemerintah.

"Rekan-rekan demonstran hari ini mendorong agar diwujudkan pendidikan gratis, artinya selisih tersebut ditanggung oleh negara. Dalam pandangan saya, hal tersebut logis saja masuk akal untuk kondisi DIY yang merupakan pusat pendidikan," jelasnya.

Huda menuturkan, anggaran diperlukan untuk itu cukup besar. Meski begitu, ia menilai DIY mampu dari sisi anggaran untuk menanggung selisih dari biaya tersebut.

"DPRD DIY sangat terbuka terhadap masukan masyarakat terkait Raperda ini," tambah Huda.

Pihaknya juga meminta agar pemerintah daerah segera melakukan melakukan perhitungan anggaran yang diperlukan untuk menanggung selisih angka itu, agar saat pembahasan nanti lebih mudah dalam memutuskan kebijakan. Huda menyebut bahwa pungutan kepada orang tua kurang bijak untuk menutupi selisih itu.

"Saya kira memang pungutan untuk mengatasi masalah tersebut kurang bijak. Lebih tepat jika negara yang mencukupinya," kata Huda.

Massa datang ke DPRD DIY melakukan aksi demonstrasi sekitar pukul 13.40 WIB. Massa sempat memasuki Gedung DPRD, bahkan ada dari mereka yang bersiri di atas meja yang ada dalam ruangan. Massa baru keluar ruangan sekitar pukul 15.55 WIB.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement