Senin 03 Apr 2023 18:15 WIB

Kemenag Tingkatkan Moderasi Beragama di Bulan Ramadhan

Moderasi beragama bertujuan untuk menjaga persatuan dan keharmonisan.

Ilustrasi moderasi beragama.
Foto: istimewa
Ilustrasi moderasi beragama.

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Utara H Sarbin Sehe, di Manado, Senin, mengatakan pihaknya meningkatkan moderasi beragama di bulan suci Ramadhan 1444 H.

"Pentingnya toleransi dan moderasi dalam memperkuat negara bangsa," kata Sarbin.

Baca Juga

Kakanwil mengatakan moderasi dan toleransi secara substansi tidak jauh berbeda yang bertujuan mengarahkan perilaku beragama umat beragama di Indonesia untuk berada di jalur tengah atau moderat.

"Moderasi beragama mencari titik temu antara kelompok yang sangat ekstrem dan kelompok yang sangat lunak itu. Keduanya dipertemukan di tengah sehingga mereka merasa bahwa agama itu sangat penting dan perlu," ucap Kakanwil.

Dirinya berharap tokoh-tokoh agama dapat turut berperan dalam membumikan nilai-nilai moderasi beragama di tengah-tengah masyarakat untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, yang rukun dan damai serta harmonis.

"Kami berharap pastor dan teman-teman tokoh agama jaga kerukunan dan toleransi dan bumikan Indonesia dengan moderasi beragama agar satu sama lain saling menghargai," jelasnya.

Moderasi beragama adalah cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada.

Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama Kamaruddin Amin menjelaskan moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini dari dulu hingga sekarang. Pemerintahpun menjadikannya sebagai salah satu program nasional dalam RPJMN. 

Dalam konteks akidah dan hubungan antar umat beragama moderasi beragama (MB) adalah meyakini kebenaran agama sendiri “secara radikal” dan menghargai, menghormati penganut agama lain yang meyakini agama mereka tanpa harus membenarkannya. MB sama sekali bukan pendangkalan akidah, sebagaimana dimispersepsi oleh sebagian orang.

Dalam konteks sosial budaya (MB), berbuat baik dan adil kepada yang berbeda agama adalah bagian dari ajaran agama (al Mumtahanah ayat 8). Dalam konteks berbangsa dan bernegara atau sebagai warga negara tidak ada perbedaan hak dan kewajiban berdasar agama. Semua sama di mata negara. 

Dalam konteks politik, bermitra dengan yang berbeda agama tidak mengapa, bahkan ada keharusan untuk committed terhadap kesepakatan-kesepakatan politik yang sudah dibangun walau dengan yang berbeda agama, sebagaimana dicontohkan dalam pengalaman empiris nabi di Madina dan sejumlah narasi verbal dari nabi. 

MB bertentangan dengan politik identitas dan populisme, karena disamping bertentangan dengan ajaran dasar dan ide moral atau the ultimate goal beragama yakni mewujudkan kemaslahatan, juga sangat berbahaya untuk konteks Indonesia yang majemuk.  Dalam konteks intra umat beragama MB tidak menambah dan mengurangi ajaran agama, saling menghormati dan menghargai jika terjadi perbedaan (apalagi di ruang publik) dengan tetap mengacu pada kaidah-kaidah ilmiah. Tidak boleh atas nama moderasi beragama semua boleh berpendapat dan berbicara sebebasnya tanpa menjaga kaidah-kaidah ilmiah dan tanpa memiliki latar belakang dan pengetahuan yang memadai.  

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement