Senin 03 Apr 2023 17:44 WIB

Konsisten Ekspansi, PMI Manufaktur Naik ke Level 51,9

Laju pertumbuhan PMI pada Maret merupakan yang tercepat sejak September lalu.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Seorang penjaga stand pameran sedang memeriksa alat pengolahan kayu pada acara pameran IFMAC dan WOODMAC 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di posisi 51,9 pada Maret 2023.
Foto: REPUBLIKA/DARMAWAN
Seorang penjaga stand pameran sedang memeriksa alat pengolahan kayu pada acara pameran IFMAC dan WOODMAC 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di posisi 51,9 pada Maret 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di posisi 51,9 pada Maret 2023. Berdasarkan hasil survei S&P Global, angka itu naik dibandingkan bulan sebelumnya yang di level 51,2.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, fase ekspansi pada Maret ikut memperpanjang periode perbaikan kondisi industri manufaktur nasional selama 19 bulan berturut-turut. Dia mengatakan, laju pertumbuhan PMI pada Maret merupakan yang tercepat sejak September lalu.

Baca Juga

Ia mengemukakan, tingkat ekspansi PMI manufaktur Indonesia tersebut sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). IKI Maret 2023 juga menunjukkan nilai ekspansi sebesar 51,87.

“PMI manufaktur dan IKI pada Maret 2023 sama-sama menunjukkan posisi ekspansi didukung permintaan baru dari domestik yang meningkat. Kami optimistis, dengan akselerasi pada realisasi belanja produk dalam negeri, permintaan baru akan semakin meningkat di periode selanjutnya,” jelas Agus di Jakarta, Senin (3/4/2023).

Peningkatan permintaan domestik, kata dia, mendorong meningkatnya output dan tenaga kerja. Ditambah lagi, kinerja vendor meningkat dan dan transportasi semakin baik sehingga persediaan bahan baku meningkat dan hambatan produksi berkurang. 

Hal itu memacu kinerja industri agar menyelesaikan pesanan lebih cepat. Meski biaya input masih meningkat, industri tidak lagi meneruskan kenaikan tersebut ke harga produknya, sehingga dapat disimpulkan ekspansi PMI tidak lepas dari peningkatan kinerja internal perusahaan dan upaya pemerintah dalam menjaga pasar dalam negeri dan memperbaiki iklim usaha industri.

Sebagai tambahan, hambatan pasokan di sektor manufaktur Indonesia semakin berkurang pada Maret, sehingga waktu pemenuhan pesanan semakin pendek. Ini didukung kinerja pemasok dan transportasi lebih baik.

Maka, lanjutnya, Kemenperin fokus memacu produktivitas di sektor industri sekaligus memperkuat pasar dalam negeri, dengan mengoptimalkan penggunaan produk lokal dan substitusi impor. Upaya ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada gelaran Business Matching Produk Dalam Negeri beberapa waktu lalu, mengenai pembelian produk lokal dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung daya saing industri di Tanah Air.

Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan menyampaikan, tekanan pasokan menjadi lebih mudah diatur karena waktu pengiriman dari pemasok lebih cepat. Sementara inflasi harga input masih di bawah rata-rata 12 bulan, mewujudkan efektivitas tingkat kenaikan sebelumnya.

Sedangkan sentimen bisnis bertahan positif di antara produsen di Indonesia pada akhir kuartal pertama serta tingkat kepercayaan diri dalam bisnis yang membaik. PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2023 kembali mampu melewati PMI pusat manufaktur terbesar dunia yaitu, China (50,0) dan kembali lebih tinggi dari PMI ASEAN (51,0), Malaysia (48,8), Vietnam (47,7), Taiwan (48,6), Jepang (49,2), Korea Selatan (47,6), Inggris (48,0), Amerika Serikat (49,3), dan Jerman (44,4). 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement