REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fergi Nadira B
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo seusai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi pada Senin (3/4/2023). Salah satu alasan dilakukan penahanan ini adalah penyidik KPK khawatir dia melarikan diri.
"Tentulah kita khawatir bisa saja tersangka RAT (Rafael Alun Trisambodo) dengan begitu kekuatannya, dengan fasilitas yang dia punya, bisa saja kita punya kekhawatiran dia melarikan diri," kata Ketua KPK, Firli Bahuri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Selain itu, Firli menyebut, Rafael segera ditahan dengan alasan adanya kekhawatiran dia bakal menghilangkan barang bukti. Kemudian, ada kemungkinan ayah Mario Dandy Satriyo ini hendak menghalangi tindak pidananya.
Firli menjelaskan, penahanan Rafael mengacu pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Dia menyampaikan, seluruh alasan yang digunakan KPK untuk menahan tersangka, tertuang dalam aturan itu.
"Syarat objektif disebutkan di situ adalah bahwa perbuatan pidana diancam dengan hukuman lebih dari lima tahun," ujar Firli.
Di samping itu, Firli memastikan, prosedur penahanan Rafael sudah memenuhi aturan hukum yang berlaku. Dia menegaskan, tidak ada yang dilanggar.
"Saya pastikan proses di KPK tidak boleh ada cacat hukum," tegas dia.
Rafael diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam. Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaannya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.
Rafael seringkali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang diduga memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak.
"Setiap kali wajib pajak mengalami kendala dan permasalahan dalam proses penyelesaian pajaknya, RAT diduga aktif merekomendasikan PT AME," jelas Firli.
Dia melanjutkan, sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima Rafael melalui PT AME sejumlah sekitar 90 ribu dolar AS. Saat ini, KPK masih terus melakukan pendalaman dan penelurusan.
Atas perbuatannya, Rafael disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK juga memamerkan sejumlah barang sitaan dari kasus Rafael Alun. Di antaranya, yakni sekitar 30 tas mewah berbagai merek, seperti Hermes, Christian Dior, hingga Louis Vuitton.
Puluhan tas itu ditemukan saat tim penyidik KPK menggeledah rumah Rafael di wilayah Simprug Golf, Jakarta Selatan pada Senin (27/3/2023). "Saat penggeledahan ditemukan juga antara lain dompet, ikat pinggang, jam tangan," kata Firli Bahuri.
Selain itu, KPK juga menunjukkan uang senilai Rp 32,2 miliar dalam pecahan mata uang asing. Duit ini ditemukan dari safe deposit box milik Rafael di salah satu bank.
"Pecahan mata uang dolar Amerika Serikat, mata uang dolar Singapura dan mata uang Euro," ungkap Firli.