REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Komisioner KPU RI Idham Holik tidak melanggar kode etik atas pernyataannya yang bernada mengancam jajaran KPU daerah. Idham pun terbebas dari sanksi.
"Merehabilitasi nama baik teradu X, Idham Holik selaku anggota KPU, terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik 10 penyelenggara pemilu atas perkara dugaan kecurangan KPU atau manipulasi data partai politik, di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Idham diadili atas pernyataannya saat membuka acara Rakornas KPU se-Indonesia di Ancol, Jakarta Utara pada 3 Desember 2022. Ketika itu, Idham berujar, "Rekan-rekan agar tegak lurus. Bagi yang tidak bisa tegak lurus saya akan masukkan ke rumah sakit".
Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, Idham tidak terbukti melakukan intimidasi agar jajaran KPU daerah mau memanipulasi data partai politik calon peserta Pemilu 2024. Pernyataan Idham soal "dirumahsakitkan" itu dinilai disampaikan dalam suasana bercanda.
Pernyataan itu sebenarnya bertujuan agar jajaran KPU seluruh Indonesia mematuhi aturan dalam bekerja. "DKPP berpendapat tindakan teradu X (Idham) dapat dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu," kata Dewi.
"Meskipun tidak terbukti melakukan pelanggaran, DKPP perlu mengingatkan teradu X agar ke depan lebih berhati-hati dan cermat dalam tutur kata maupun pemilihan diksi dalam komunikasi publik," imbuh Dewi.
Sebagai penyelenggara pemilu, kata Dewi, Idham harus memahami bahwa dalam setiap tindakan dan perbuatannya selalu melekat identitas jabatan. Karena itu, Idham wajib menghindari segala tindakan maupun tutur kata yang dapat menimbulkan kegaduhan dan persepsi negatif di tengah masyarakat dan pemangku kepentingan.
"Penyelenggara pemilu dituntut untuk profesional, akuntabel, dan berkepastian hukum dalam seluruh pelaksanaan tugas dan wajib menjaga kehormatan dan martabat lembaga," kata Dewi.
Selain Idham, terdapat tiga teradu lainya yang dinyatakan tidak bersalah dalam perkara ini. Mereka adalah Komisioner KPU Sulawesi Utara, Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu. DKPP menilai ketiganya tidak terbukti melakukan intimidasi kepada jajaran KPU daerah agar mau mengubah data hasil verifikasi partai politik.
Nasib berbeda dialami enam teradu lainya. Kepala Sub Bagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe, Jelly Kantu dijatuhi sanksi pemecatan.
Sanksi peringatan dijatuhkan kepada Sekretaris KPU Sulut, Lucky Firnando Majanto; dan Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sulut, Carles Y Worotitjan dijatuhi sanksi peringatan. Sanksi peringatan keras dijatuhkan kepada Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe, Elysee Philby Sinadia; Anggota KPU Kepulauan Sangihe, Tomy Mamuaya; dan Anggota KPU Kepulauan Sangihe, Iklam Patonaung.
DKPP menjatuhkan sanksi berat kepada Jelly karena dia dinilai tidak profesional dalam melaksanakan tugas. Jelly dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Musababnya, Jelly melanggar prosedur ketika mengubah data hasil verifikasi faktual keanggotaan Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). Tindakan pelanggaran prosedur itu melibatkan lima teradu lainya yang mendapatkan sanksi peringatan dan peringatan keras.
Sebagai catatan, kelengkapan data anggota yang sudah terverifikasi merupakan salah satu syarat agar partai politik bisa menjadi peserta pemilu. Kini, Partai Gelora dan PKN sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024.