REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam kondisi tertentu, mushaf Alquran dapat terkena najis. Misalnya, ketika mushaf Alquran diberikan kepada bayi, ada kemungkinan bayi tersebut akan kecing dan terkena mushaf Alquran yang dipegangnya.
Sementara, dalam berbagai kitab fikih disebutkan bahwa urine bayi laki-laki tersebut dihukumi najis mukhaffafah (ringan), sedangkan urine bayi perempuan dihukumi termasuk najis mutawassithah (sedang).
Lalu bagaimana hukum mushaf Alquran yang terkena najis tersebut? Apa yang harus kita lakukan?
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, menjelaskan jika ada mushaf Alquran yang terkena najis, jika memungkinkan sebaiknya segera disucikan.
“Adapun mushaf yang terlanjur kena najis, kalau masih bisa disucikan dengan air lalu dikeringkan, silakan saja,” kata Ustadz Sarwat dikutip dari situs Rumah Fiqih.
Namun kalau sudah tidak mungkin lagi disucikan, lanjut Ustadz Sarwat, maka sebaiknya dimusnahkan saja.
“Sehingga kita tidak terkategorikan sebagai orang yang menghina mushaf Alquran, lantaran membiarkannya dikencingi anak kecil,” jelas dia.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, ketika ada mushaf Alquran yang tidak standar, maka cara memusnahkannya juga dengan cara dibakar.
“Mungkin cara beliau (Khalifah Utsman) ini tidak ada salahnya bila Anda tiru. Sebab kalau mushaf itu dibiarkan saja mengandung najis, malah tidak ada gunanya. Sebab siapapun yang memakainya akan terkena najis. Minimal bau najisnya akan sangat mengganggu,” kata Ustadz Sarwat.
Najis di Mushaf Alquran wajib dihilangkan apabila najis tersebut mengenai huruf-hurufnya mushaf, bukan kulit sampulnya ataupun pinggirnya.
Baca juga: Pujian Rakyat Negara Arab untuk Indonesia Terkait Piala Dunia U-20, Terhormat!
Cara menghilangkannya juga tidak cukup hanya menghilangkan inti najisnya saja, namun disucikan sesuai dengan cara-cara yang telah ditentukan. Dalam kitab Nihayat al-Muhtaj dijelaskan:
وأفتى بعضهم في مصحف تنجس بغير معفو عنه بوجوب غسله وإن أدى إلى تلفه ولو كان ليتيم ويتعين فرضه على ما فيه فيما إذا مست النجاسة شيئا من القرآن ، بخلاف ما إذا كانت في نحو الجلد أو الحواشي .
Menurut fatwa sebagian ulama, jika mushaf terkena najis yang tidak dimaafkan maka wajib mencucinya walaupun berisiko rusaknya mushaf. Walaupun mushaf tersebut milik yatim, hukumnya fardlu ain mensucikan kembali mushaf yang terkena najis. Beda halnya jika najis tersebut mengenai jilidnya atau hawasyi/pinggiran kertas yang tidak tertulis kalimat mushaf Alquran.