REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta, S Andyka mengatakan Dinas Kebudayaan DKI harus mengambil peran dalam perkara yang muncul dalam pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat. Hal itu menanggapi banyaknya kritikan mengenai adanya peralihan fokus pengelolaan TIM ke arah bisnis dibandingkan pengembangan kesenian sejak dikelola PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro).
"Saya kira masalah pengelolaan TIM ini harus ada sesuatu hal yang bersifat bijak. Kalau menyangkut masalah pembangunan TIM ini sendiri memang arahnya ke bisnis saat ini. Tapi kan juga mesti mengakomodasi apa-apa yang menjadi hak dan keinginan dari seniman-seniman kita," kata Andyka kepada Republika.co.id di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2023).
Dia berpendapat, nilai kesenian serta bisnis dalam pengelolaan TIM saat ini sama-sama hal yang harus diselaraskan dan ditingkatkan. Pasalnya, suka atau tidak suka, pengelolaan kawasan tersebut sudah menjadi kewenangan dari PT Jakpro yang tidak lain adalah badan usaha milik daerah (BUMD) DKI.
Sehingga diharapkan tidak ada yang mengalami kerugian, baik dari sisi kesenian maupun bisnis saat TIM sudah beroperasi. "Satu hal yang perlu kita tanam, kan kita ketahui bersama bahwa Jakpro enggak boleh rugi karena kalau dia rugi tentu akan bertentangan dengan asas penilaian Jakpro sendiri. Terus yang kedua, seniman juga tidak boleh dirugikan, seniman harus diberikan ruang untuk berekspresi, tempatnya ada di TIM."
Andyka menegaskan, walau bagaimana pun, saat ini tata kelola TIM memang ada di tangan PT Jakpro. Sehingga suka atau tidak suka akan berkelindan pada aspek bisnis pula. Jikalau pengelolaan TIM dilepaskan oleh PT Jakpro, sambung dia, hal itu bertentangan dengan regulasi karena proses pembangunannya menggunakan keuangan Jakpro.
Selain itu, bisa membuat PT Jakpro harus menerima sanksi-sanksi, terutama mengenai pertanggungjawaban keuangan. "Pada saat dibangun (revitalisasi), TIM di situ bersifat bisnis, jika Jakpro rugi maka terkena dampak hukum yang siap diterima dan harus siap diaudit, tentu hasil auditnya tidak bagus," kata politikus Partai Gerindra itu.
"Jadi satu-satunya jalan yok duduk bersama, Jakpro juga harus bisa secara rela memberikan mungkin dalam bentuk keringanan pembayaran, dan itu saya rasa jalan keluar bersama Dinas Kebudayaan," terang Andyka melanjutkan.
Sebelumnya, PT Jakpro mendapatkan kritikan yang dilayangkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menyebutkan bahwa pengelolaan TIM saat ini lebih berorientasi pada bisnis dibandingkan pengembangan kesenian. Direktur Utama PT Jakpro, Iwan Takwin membela diri bahwa sebagai BUMD, PT Jakpro memang harus mengembangkan bisnis dalam pengelolaan TIM.
"Kita kan badan usaha, harus jalan juga (bisnisnya), enggak bisa murni karena kita bukan SKPD (satuan kerja perangkat daerah)," kata Iwan usai menghadiri rapat Komisi C di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (4/3/2023).
Namun, Iwan menyebut pihaknya juga berusaha agar dapat menyeimbangkan aspek bisnis dan pengembangan kesenian. Agar esensi TIM yang selama ini dikenal kental akan nilai budaya dan seni bisa tetap terjaga.
"Memang, itu makanya sekarang ini kita BP BUMD mengkaji supaya bagaimana aspek pelayanan publik, terutama seni budaya tetap dikedepankan dibanding bisnisnya," ujarnya.