REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Kawal Pemilu Bersih menyoroti putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menjatuhkan sanksi pemecatan kepada seorang staf KPU Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Koalisi meyakini, dia sengaja dijadikan tumbal dalam perkara manipulasi data partai ini.
Staf itu adalah Kepala Sub Bagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe, Jelly Kantu. Jelly sebenarnya bertugas sebagai admin Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif Netgrit, Hadar Nafis Gumay mengatakan, Jelly sebenarnya mengubah data keanggotaan partai politik karena mendapatkan perintah dari pejabat di atasnya. Hal itu tampak dalam bukti video yang diserahkan pengadu kepada DKPP. Hadar telah melihat isi video tersebut.
Hadar menuturkan, Jelly mendapatkan perintah tersebut dari seorang pejabat tinggi KPU Sulawesi Utara. Menurutnya, perintah itu berasal dari pihak KPU RI. Namun, DKPP hanya menjatuhkan sanksi ringan kepada pejabat KPU Sulut. Sedangkan pejabat KPU RI tidak ada yang divonis bersalah dalam kasus ini.
"Jadi menurut saya, Jelly adalah pihak yang dikorbankan untuk diberhentikan," kata Hadar kepada wartawan di Kantor DKPP, Jakarta, dikutip Selasa (4/3/2023). "Kami sebetulnya ada rasa kasihan juga melihatnya karena dia sebetulnya diperintah."
Lebih lanjut, Hadar mengaku kecewa terhadap DKPP karena tidak mengusut siapa pelaku utama atau dalang yang mengatur praktik manipulasi data keanggotaan partai itu. DKPP akhirnya hanya menjatuhkan sanksi kepada penyelenggara pemilu daerah. Sedangkan dalangnya tak tersentuh.
"Menurut saya sudah terjadi kecurangan, tapi sayangnya DKPP tidak menggali lebih jauh siapa sebenarnya otak yang memerintahkan dan apa sebenarnya peran mereka," kata mantan komisioner KPU RI itu.
DKPP menggelar sidang putusan atas perkara dugaan manipulasi data partai politik itu di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (3/4/2023). DKPP memutuskan enam penyelenggara pemilu daerah melanggar prosedur ketika mengubah data keanggotaan Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Kepulauan Sangihe di dalam Sipol.
Dalam pertimbangan putusannya, DKPP menyebut Jelly Kantu mengubah data Partai Gelora atas perintah Sekretaris KPU Sulut, Lucky Firnando Majanto. Jelly melakukan pengubahan dengan didampingi Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Sulut, Carles Y Worotitjan.
DKPP juga menemukan fakta bahwa Jelly mengubah data hasil verifikasi faktual PKN. Pengubahan dilakukan tanpa dokumen yang ditandatangani komisioner KPU Kepulauan Sangihe. Setelah data diubah, barulah tiga tiga komisioner memberikan tanda tangan.
Atas perbuatannya itu, Jelly dinilai telah melanggar kode etik. Jelly dijatuhi sanksi pemberhentian alias dipecat. Sedangkan Lucky sebagai pemberi perintah hanya dijatuhi sanksi peringatan. Carles juga dijatuhi sanksi peringatan.
Sanksi peringatan keras dijatuhkan kepada tiga komisioner KPU Kepulauan Sangihe yang memberikan tanda tangan pasca pengubahan data PKN. Mereka adalah Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung.
Terdapat empat teradu yang dinyatakan tidak bersalah dalam perkara ini. Komisioner KPU Sulawesi Utara, Meidy Yafeth Tinangon, Salman Saelangi, dan Lanny Anggriany Ointu dinyatakan tidak terbukti melakukan intimidasi kepada jajaran KPU daerah agar mau mengubah data hasil verifikasi partai politik.
Komisioner KPU RI Idham Holik juga tidak terbukti melakukan intimidasi kepada jajaran KPU daerah agar mau mematuhi perintah manipulasi data. Pernyataan Idham yang dianggap intimidasi itu berbunyi: "Rekan-rekan agar tegak lurus. Bagi yang tidak bisa tegak lurus, saya akan masukkan ke rumah sakit".
DKPP menyatakan, pernyataan tersebut disampaikan Idham dalam suasana bercanda ketika Idham membuka acara Rakornas KPU se-Indonesia di Ancol, 3 Desember lalu. Pernyataan itu sebenarnya bertujuan agar jajaran KPU seluruh Indonesia mematuhi aturan dalam bekerja. DKPP menilai, pernyataan Idham itu dapat dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu.