REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menyampaikan tengah mengkaji mengenai pengelola tunggal Taman Ismail Marzuki (TIM). Hal itu buntut dari kekisruhan mengenai beralihnya fokus pengelolaan TIM ke arah bisnis, bukan pengembangan kesenian, sejak dipegang oleh badan usaha milik daerah/ BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dalam proses revitalisasinya.
Dasar pengelolaan TIM itu adalah Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2019 dimana ada area seluas 7,2 hektare, sekitar 5 hektare itu dikelola Jakpro. Upaya revitalisasi itu ada empat, mulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, dan perawatan.
"Berdasarkan Pergub penugasan itu, Jakpro yang mengejakan itu (revitalisasi) semua," kata Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana di Balai Kota Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Rencana pengkajian itu berdasarkan hasil pertemuan dan diskusi dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Hilmar Farid di Pendopo Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, hari ini.
"Saat ini tengah dikaji ulang bagaimana sebaiknya mengelola TIM ke depan, sesuai arahan Penjabat Gubernur berdiskusi dengan Pak Hilmar Farid. Memang pengelolaan TIM ini ibaratnya sebuah investasi kebudayaan tidak bisa dinilai dari sisi profit," jelasnya.
Iwan menyebut, pengkajian turut dilakukan bersama dengan Kepala Badan Pembinaan BUMD Nasruddin Djoko Surjono. Nasrudin ditugaskan untuk mengkaji kembali mana yang lebih baik dari sisi tata kelola ke depan yang diharapkan tidak memberatkan alokasi anggaran Pemprov secara terus-menerus.
Sementara itu, Iwan melanjutkan, pihaknya bertugas dalam mempersiapkan pengelolaan transformasi. "Kami dari Dinas Kebudayaan sudah mempersiapkan diri untuk pengelolaan transformasinya adalah unit pengelola Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) TIM menjadi badan layanan umum daerah (BLUD), tone-nya masih positif," tuturnya.
Iwan menegaskan, pihaknya akan mempertimbangkan mengenai plus minus dari pengelolaan tunggal nantinya, apakah akan sepenuhnya dikelola saja oleh PKJ TIM.
"Kita melihat bagaimana arah ke depan supaya pengelolaannya sesuai dengan prinsip yang baik, dimungkinkan kelayakan secara pelayanan bukan secara bisnis. (Pengelolaan tunggal) tergantung dari hasil kajian," terangnya.
Sebelumnya diketahui, Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra S. Andyka mengatakan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta harus mengambil peran dalam perkara yang muncul dalam pengelolaan TIM di Cikini, Jakarta Pusat.
Hal itu menanggapi banyaknya kritikan mengenai adanya peralihan fokus pengelolaan TIM ke arah bisnis dibandingkan pengembangan kesenian, sejak direvitalisasi dan dikelola PT Jakpro.
"Saya kira masalah pengelolaan TIM ini harus ada sesuatu hal yang bersifat bijak. Kalau menyangkut masalah pembangunan TIM ini sendiri memang arahnya ke bisnis saat ini. Tapi kan juga mesti mengakomodir apa-apa yang menjadi hak dan keinginan dari seniman-seniman kita," kata Andyka kepada Republika.co.id di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (3/4/2023).
Menurut pendapatnya, nilai kesenian serta bisnis dalam pengelolaan TIM saat ini sama-sama hal yang harus diselaraskan dan ditingkatkan. Pasalnya, suka atau tidak suka, pengelolaan kawasan tersebut sudah menjadi kewenangan dari PT Jakpro yang tidak lain adalah BUMD DKI Jakarta. Sehingga diharapkan tidak ada yang mengalami kerugian, baik dari sisi kesenian maupun bisnis.
"Satu hal yang perlu kita tanam, kan kita ketahui bersama bahwa Jakpro enggak boleh rugi karena kalau dia rugi tentu akan bertentangan dengan asas penilaian Jakpro sendiri. Terus yang kedua, seniman juga tidak boleh dirugikan, seniman harus diberikan ruang untuk berekspresi, tempatnya ada di TIM," ujar dia.