REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan JJ Rizal, mempertanyakan kewajiban penerbit mengirimkan soft file dummy buku secara penuh tanpa watermark dalam pengurusan ISBN di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mulai 1 April 2023. Hal itu berdasarkan surat nomor B.802/3/DBP.05/III.2023 yang dikeluarkan Perpusnas pada 30 Maret lalu.
"Kaget dapat kabar @perpusnas1 bagian pengurusan ISBN per 1 maret mewajibkan penerbit mengirim PDF dummy full buku tanpa watermark. Meskipun dijanjikan akan dihapus berkala, tapi apa jaminan tidak akan tersebar luas, sedang buku contoh terbit ke PNRI saja sering saya lihat di loakan," ujar Rizal dalam akun Twitter-nya ketika dikonfirmasi di Jakarta Selasa (4/4/2023).
Dia juga mempertanyakan keputusan tidak diperbolehkannya penggunaan watermark pada soft file dummy buku secara penuh jika memang data dummy tersebut akan dihapus berkala dan hanya untuk keperluan internal pengurusan ISBN saja. Rizal mengatakan, kebijakan itu membuat naskah yang dikerjakan penerbit riskan.
"Kalau ingin tahu naskahnya karya asli apa tidak cukup dengan pernyataan penulis yang sudah diminta? Persyaratan harus mengirim pdf buku sepenuhnya tanpa watermark ini buat saya riskan naskah yang telah dikerjakan susah payah oleh penerbit berpotesi digiring masuk pintu gerbang jadi 'domain publik'," kata Rizal.
Menurut Rizal, jika persoalan yang terjadi adalah Perpusnas cepat kehabisan stok nomor ISBN karena pemborosan oleh penerbit guram, yang dibuat hanya untuk menjalankan proyek penerbitan kongkalikong dengan seseorang yang ingin naik pangkat atau jabatan, maka seharusnya caranya duduk dengan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), lalu minta data dan pendapat mereka.
"Jika soalnya pada plagiasi maka duduk dengan Dikti terutama yang urus soal kewajiban menyerahkan karya sebagai mekanisme penilaian kepangkatan, jadi jangan berasa @perpusnas1 terutama bagian ISBN lembaga super yang bisa ambil alih semua tugas maha hebat itu," tulis Rizal.
Menanggapi cuitan Rizal tersebut, Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando, menyampaikan, persoalan ISBN tersebut sudah selesai dan semua sudah normal. Syarif mengatakan, ISBN adalah hak penulis dan penerbit. Untuk itu, tidak perlu menyetorkan dummy buku, melaikan cukup memperlihatkan dummy bukunya dalam waktu 10 menit, lalu ISBN akan didapatkan.
"Yang berubah adalah tidak lagi kami memberikan ISBN hanya berdasarkan modal: sudah ada halaman judul, kata pengantar, daftar isi, dan abstrak," ujar Syarif kepada Republika.co.id, Selasa.
Menurut dia, pemberian ISBN terhadap buku yang hanya bermodal empat hal di atas menjadi penyebab pihaknya ditegur oleh pusat ISBN di Inggris. Di mana, terlalu banyak ISBN yang dikeluarkan Perpusnas, namun ternyata bukunya tidak jadi terbit.
"Sampai ditemukan ada alat peraga guru mengajar yang diberikan ISBN namun tidak memenuhi standar buku oleh tim ISBN di Inggris," kata Syarif.