REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengucek mata merupakan sebuah refleks alami yang biasa dilakukan oleh banyak orang. Namun bila menjadi sebuah kebiasaan dan dilakukan berulang kali, mengucek mata bisa memicu sebuah komplikasi jangka panjang yang serius.
Masuknya benda asing ke dalam mata merupakan salah satu alasan tersering yang membuat banyak orang mengucek mata. Benda asing ini bisa berupa apa saja, mulai dari bulu mata hingga debu.
"Mengucek mata untuk mengatasi rasa gatal bisa membuat benda asing (yang masuk ke mata) menggores kornea," ujar ahli kesehatan mata dari Lenstore, Sujata Paul, seperti dilansir laman Express.
Abrasi atau goresan akibat benda asing pada kornea ini bisa memunculkan masalah bila dibiarkan dalam waktu lama. Meski langka, kondisi tersebut dapat memicu terjadinya infeksi yang kemudian menyebabkan ulkus kornea.
Menurut Paul, ulkus kornea bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Kemunculan jaringan parut ini dapat mengganggu tajam penglihatan dan bahkan mendorong terjadinya kebutaan.
Di sisi lain, mengucek mata sebenarnya tak dapat meringankan rasa gatal yang muncul di mata. Sebaliknya, mengucek mata justru bisa membuat rasa gatal semakin terasa hebat.
Selain itu, mengucek mata juga dapat menjadi sarana penularan penyakit. Alasannya, aktivitas mengucek mata dapat membuat kuman dari tangan berpindah ke mata.
"Mengucek mata juga bisa menyebabkan munculnya penyakit mata yang lebih serius seperti keratokonus," ujar Paul.
Menurut Mayo Clinic, keratokonus adalah kondisi yang terjadi ketika kornea mata semakin menipis. Seiring waktu, bentuk kornea akan menonjol keluar seperti kerucut dan kemampuan mata untuk memfokuskan pandangan akan terganggu. Namun berbeda dengan ulkus kornea, keratokonus tidak menyebabkan kebutaan.
Pada tahap awal, keratokonus kerap terabaikan oleh penderita karena penglihatan mereka tak terganggu. Bila dibiarkan, keratokonus bisa semakin mengubah bentuk dan menipiskan kornea. Pada tahap yang lebih lanjut, keratokonus bisa membentuk jaringan parut yang membuat kornea kehilangan transparansinya.
Bila keratokonus telah mengganggu kemampuan mata untuk fokus, penggunaan lensa kontak bisa meringankan kondisi tersebut. Alternatif lainnya, penderita keratokonus bisa menjalani prosedur bernama corneal cross linking atau penautan silang kornea.
Prosedur tersebut memiliki efektivitas sebesar 94 persen untuk membantu pasien keratokonus. Prosedur ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dan pasien tak membutuhkan layanan rawat inap.
Bila keratokonus sudah berkembang ke tahap yang lebih lanjut, penggunaan lensa kontak mungkin tak bisa membantu memperbaiki penglihatan. Pasien juga kemungkinan akan membutuhkan transplantasi kornea.