REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Saat bulan suci Ramadhan berlangsung, pembuat dan penjual lentera tradisional Kairo menggantungkan semua harapan mereka pada masyarakat Mesir. Dengan harapan, mereka membeli asesoris yang dulu dianggap sebagai barang wajib, dan harta karun tradisional di bulan puasa.
Dilansir dari The New Arab, Selasa (4/4/2023), mereka mengetahui kenikmatan keluarga Mesir tidak akan lengkap tanpa 'fawanees' (fanoos) lentera ikonik yang diyakini berasal dari kebiasaan Ramadhan di Mesir selama Kekhalifahan Fatimiyah, lebih dari seribu tahun yang lalu. Lampu digantung di pintu masuk ke lingkungan dan di ambang pintu rumah selama bulan puasa, serta diberikan sebagai hadiah kepada anak-anak yang membawanya berkeliling.
Sementara di Jalan Bab El Bahr, di sebelah Bab Zuweila, salah satu gerbang yang tersisa di tembok kota kuno kota tua Kairo, para pedagang menumpuk lentera mereka sesuai ukuran. Mulai dari tinggi 10 sentimeter hingga lebih dari tiga meter.
Akan tetapi, tumpukan lampion yang dipajang menunjukkan tren mengkhawatirkan. Ini menyebabkan kecemasan besar bagi pemilik bengkel lampion, bahwa mereka tidak akan dapat menjualnya. Banyak yang mengambil risiko dengan mendanai bengkel dengan pinjaman bank atau meminjam dari keluarga.
Inisiatif pembuatan lentera kecil bergantung pada masyarakat yang mendukung industri pembuatan lentera lokal. Hal itu telah menurun dalam beberapa dekade terakhir, sebuah tren yang dipercepat ketika masuknya lentera China yang murah membanjiri pasar. Banyak lentera China terbuat dari plastik, dan dilengkapi dengan pengeras suara kecil untuk bernyanyi dan menari mengikuti lagu-lagu Ramadhan populer.