REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Said Abdullah mengaku Puan Maharani akan menemui ketua umum partai politik. Salah satunya untuk menindaklanjuti wacana pembentukan koalisi besar.
"Mbak Puan lagi intensif sebagaimana saya sampaikan berbicara dengan para ketua umum partai politik untuk gagasan koalisi besar itu supaya bisa ditindaklanjuti," ujar Said di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/4/2023).
PDIP sendiri menangkap pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal wacana koalisi besar usai menghadiri acara Silaturahim Ramadhan yang digelar Partai Amanat Nasional (PAN). Bahwa, pembentukannya merupakan urusan ketua umum partai politik.
"Kami menangkap itu, karena kami memang di PDI Perjuangan sejak awal membangun bangsa itu tidak sendirian harus bergotong-royong," ujar Said.
"Maka kemudian Mbak Puan menyampaikan dengan clear kemarin, Mbak Puan siap untuk jadi tuan rumah koalisi besar," sambung Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu.
PDIP memegang prinsip, bahwa membangun bangsa bukan hanya soal efektivitas dan elektoral. Mengingat koalisi besar tak menjamim kemenangan pada Pilpres 2024.
"Kebersamaan itu jauh di atas segala-galanya, itulah substansi yang ditangkap oleh Mbak Puan. Oleh karenanya Mbak Puan menyatakan diri siap untuk menjadi tuan rumah di koalisi besar," ujar Said.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli berharap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak terbentuknya koalisi besar, mengingat mereka tak hadir dalam acara silaturahim nasional yang digelar PAN dan dihadiri Jokowi. Tujuannya agar terbentuknya lebih dari dua poros koalisi pada Pilpres 2024.
"Saya harap PDIP menolaknya, kalau tidak menolak dan setuju atas koalisi besar, maka pernyataan yang muncul selama ini bahwa negara ini diatur oleh oligarki menjadi menjadi kenyataan," ujat Romli saat dihubungi, Senin (3/4/2023).
Di balik wacana pembentukan koalisi besar, ia menilai elite-elite partai politik, khususnya yang berada dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin hanya ingin Pilpres 2024 diikuti oleh dua pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres). Adapun slot pertama sudah diisi oleh Anies Rasyid Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Hal tersebutlah yang mendasari wacana koalisi besar antara Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), PAN, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kelima partai itu dinilai hanya ingin mengamankan kekuasaannya di pemerintahan selanjutnya.
"Dengan lima partai tersebut akan membangun koalisi besar, bisa jadi nanti hanya dua pasang capres. Tampaknya para elite partai tidak mau memanfaatkan coattail effect dari pemilu serentak, mereka lebih tergiur dengan kemenangan dan kekuasaan yang nanti mereka dapat," ujar Romli.