REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Indonesia, tingkat persalinan caesar naik dua kali lipat dalam lima tahun. Tingkat persalinan caesar dalam skala nasional dari 8,2 persen (Riset Kesehatan Dasar 2013) menjadi 17,6 persen (Riset Kesehatan Dasar 2018).
Salah satu risiko kesehatan yang dialami anak akibat persalinan dengan metode caesar adalah anak mengalami ketidakseimbangan mikrobiota dalam ususnya. Jumlah bakteri baiknya lebih sedikit dan bakteri merugikan lebih banyak.
Dokter spesialis anak konsultan gastrohepatologi Ariani Dewi Widodo menjelaskan mikrobiota saluran cerna berperan dalam perkembangan dan pematangan sistem imunitas di awal kehidupan. Perbedaan jalur lahir memengaruhi komposisi mikrobiota saluran cerna.
Terdapat ketidakseimbangan bakteri di usus anak kelahiran caesar dengan komposisi bakteri berbahaya lebih tinggi, sedangkan bakteri baik lebih sedikit daripada anak kelahiran normal atau pervaginam. Padahal komposisi mikrobiota yang seimbang diperlukan untuk pengembangan toleransi kekebalan.
"Kalau bayi yang lahir secara caesar, jumlah bakteri baiknya sangat sedikit, laktobasilus dan bifidobacteriumnya. Yang menguasai lapangan adalah enterobacteriaceae, yaitu bakteri jahat dan stafilokokus dan klostridium, akhirnya lapangan dikuasai bakteri jahat duluan, bakteri baiknya tidak bisa masuk," paparnya dalam webinar edukasi Bicara Gizi yang bertema "Kunci Kesehatan Jangka Panjang Anak Kelahiran Caesar", Rabu (5/4/2023).
Menurut dr Ariani, ketidakseimbangan mikrobiota saluran cerna ini disebut disbiosis usus. Kondisi disbiosis perlu mendapatkan penanganan yang tepat karena merupakan titik kritis yang menyebabkan masalah kesehatan lain pada anak, terutama pada imunitas, alergi, serta pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dokter Ariani menegaskan bahwa disbiosis usus pada anak yang lahir secara caesar akan meningkatkan risiko masalah kesehatan di masa depan. Ini paling berpengaruh pada imunitas dan tumbuh kembangnya.