REPUBLIKA.CO.ID, PBB Sebut Taliban Larang Wanita Afghanistan untuk Bekerja sebagai Staf di Lembaganya
ISLAMABAD -- Pejabat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengungkapkan pihak Taliban telah melarang wanita Afganistan bekerja sebagai pegawai atau staf di lembaga misi perdamaian dunia tersebut. Hal itu diungkapkan pejabat PBB pada Selasa (4/4/2023).
Misi PBB di Afganistan menyatakan keprihatinan serius setelah staf perempuannya dicegah melapor untuk bekerja di provinsi Nangarhar timur. “Kami akan terus mengupayakan semua cara untuk memastikan bahwa kami dapat menjangkau orang-orang yang paling rentan, terutama perempuan dan anak perempuan,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
Dia mengatakan para pejabat PBB diberitahu melalui 'berbagai saluran' bahwa larangan itu berlaku di seluruh negeri yang kini dikuasai Taliban tersebut. Juru bicara Taliban tidak bersedia untuk dimintai komentar, dan kelompok yang kini menjadi pemerintah resmi Afganistan itu tidak mengeluarkan pernyataan resmi.
Terlepas dari janji awal pemerintahan yang lebih moderat daripada selama masa kekuasaan sebelumnya, Taliban telah memberlakukan tindakan keras sejak merebut kekuasaan Afganistan pada tahun 2021. Ketika itu pasukan AS dan NATO memilih menarik diri dari Afghanistan setelah perang selama dua dekade di sana.
Anak perempuan dilarang ikut dalam proses pendidikan di menengah pertama maupun atas, hanya sampai kelas enam dasar. Wanita dilarang bekerja, belajar, bepergian tanpa pendamping pria, dan bahkan pergi ke taman. Wanita juga harus menutup diri dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Wanita Afghanistan juga dilarang bekerja di organisasi non-pemerintah nasional dan internasional, sehingga mengganggu dengan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Wanita yang bekerja untuk PBB tidak termasuk dalam aturan, seperti larangan wanita di LSM. Tetapi PBB khawatir itu akan memunculkan aturan larangan baru yang menyasar bagi wanita yang bekerja untuk lembaga dunia tersebut.
Dujarric mengatakan kepada wartawan hari Selasa bahwa Sekretaris Jenderal Antonio Guterres telah menegaskan larangan semacam itu tidak dapat diterima dan terus terang, tidak dapat dibayangkan.
“Kami masih melihat bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi operasi kami di negara ini, dan kami diharapkan mengadakan lebih banyak pertemuan dengan otoritas de facto besok di Kabul di mana kami mencoba mencari kejelasan.”
Dujarric mengatakan bahwa anggota staf wanita itu sangat penting untuk melaksanakan operasi penyelamatan nyawa di lapangan. Dimana dia mengatakan bahwa dari populasi sekitar 40 juta orang, “kami berusaha menjangkau 23 juta pria, wanita, dan anak-anak dengan bantuan kemanusiaan.”
PBB memiliki sekitar 3.900 staf di Afghanistan, sekitar 3.300 warga Afghanistan dan 600 personel dari dunia internasional, katanya, termasuk 600 wanita Afghanistan dan 200 wanita dari negara lain.
Dujarric tidak akan berspekulasi ketika ditanya apakah PBB dapat terus beroperasi di Afghanistan jika Taliban tidak mencabut larangan terhadap wanita Afghanistan bekerja. Rencana darurat PBB “hampir terlalu tragis untuk direnungkan,” tambahnya kemudian.
Misi politik PBB di Afghanistan, UNAMA, dipimpin oleh seorang wanita, Roza Otunbayeva, mantan presiden dan menteri luar negeri Republik Kyrgyzstan. Dia diangkat oleh sekretaris jenderal berkoordinasi dengan Dewan Keamanan PBB. Dujarric mengatakan tidak ada tindakan Taliban terkait kepemimpinan senior PBB.
Pembatasan Taliban di Afghanistan, terutama larangan pendidikan dan pekerjaan LSM, telah mengundang kecaman keras internasional. Tetapi Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda mundur, mengklaim larangan tersebut adalah penangguhan sementara yang diduga karena wanita tidak mengenakan jilbab cara yang Islami, atau jilbab, dengan benar dan karena aturan pemisahan gender tidak diikuti.