MAGENTA -- Pada suatu pagi 43 tahun lalu, ada seorang perampok sadis dihukum mati. Eksekusi dilaksanakan dengan mulus oleh 12 orang dari regu tembak.
Tiga buah pelor tepat mengenai jantung dan lima peluru lainnya yang bersarang di perut menjadi bukti eksekusi terhadap penjahat kambuhan itu telah dilaksanakan. Kusni Kasdut telah menjalani hukuman ditembak sampai mati pada 16 Februari 1980 sekitar pukul 04.35 WIB.
Kusni Kasdut, lelaki kelahiran Blitar, Jawa Timur, 1929 itu divonis mati oleh Pengadilan Semarang pada 1969. Sepuluh tahun kemudian Kusni dieksekusi, yakni pada 1980. Selama jeda menanti eksekusi, Kusni sering merepotkan para sipir.
Ia berkali-kali kabur dari penjara. Setidaknya lima kali Kusni kabur dari penjara karena ogah ditembak mati.
Dikutip dari buku Heboh Bali Nine: Eksekusi Sindikat Narkoba Australia (2015) oleh Hukman Reni, saat di penjara Kusni sempat bertobat dan dibaptis menjadi pemeluk Katolik dengan nama Ignatius Waluyo. Kusni juga sempat membuat lukisan Katedral dari gedebok pisang yang hingga kini masih tersimpan di Katedral Jakarta.
Terakhir, Kusni kabur dari selnya pada 10 September 1979. Kusni berhasil tertangkap lagi pada 17 Oktober 1979. Sebulan kemudian, Kusni mengajukan grasi.
Namun, grasinya ditolak berdasar Surat Keputusan Presiden No. 32/G/1979 tertanggal 10 November 1979. Alasan Kusni harus divonis hukuman mati karena kejahatan yang dilakukannya dianggap terlampau banyak dan mengerikan.
Baca juga: Ngeyel, Soeharto Ogah Pakai Rompi Antipeluru Saat Kunjungi Bosnia pada 1995
Kusni Kasdut Merampok Museum Gajah dan Pengusaha Arab Tajir
Kusni pernah merampok Museum Nasional Indonesia (Museum Gajah) di Jalan Merdeka Barat, Jakarta pada 1961. Semua benda pusaka yang terbuat dari emas, berlian, hingga permata di museum digondol Kusni.
Konon nilainya mencapai Rp 2,5 miliar. Sejak saat itu, nama Kusni Kasdut menjadi buronan yang paling dicari di Indonesia.
“Nama Kusni Kasdut makin berkibar dan dikenal pencuri benda seni. Pada 31 Mei 1961 Kusni Kasdut merampok Museum Nasional yang akrab disebut Museum Gajah. Dalam melaksanakan aksinya itu, Kusni Kasdut menyamar dengan mengenakan seragam polisi, lalu masuk ke museum," tulis Hukman Reni dalam buku tersebut.
Dalam melakukan aksinya merampok Museum Gajah, Kusni Kasdut dibantu koleganya Herman, Budi, dan Sumali. Kusni dkk melakukan aksi dari sebuah rumah di kawasan Slipi, Jakarta Barat dengan menyamar sebagai polisi. Selain membekali diri dengan sejata api dan belati, Kusni juga sudah menyiapkan sebuah jip curian dengan pelat nomor yang dipalsukan.
Saatnya Kusni dan kawan-kawan beraksi. Aksi dilakukan pada pagi hari. Dengan berpakaian polisi, Kusni Kasdut dkk berjalan santai saat masuk ke museum.
Baca juga: 27 Tahun Lalu, Kisah Pembebasan Sandera Tim Ekspedisi Lorentz di Mapenduma Papua
Meski heran dan curiga karena kedatangan polisi, petugas museum memberi jalan kepada mereka. Sesampainya di dalam segala macam benda-benda bersejarah diamatinya dengan seksama.
Sesaat kemudian, Kusni Kasdut dkk melakukan aksi. Mereka membobol lemari pajangan tempat emas dan berlian dan mengambil ragam koleksi dari ruang pustaka.
"Kemudian menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Kusni kemudian ditangkap saat menjual hasil jarahannya di Semarang," tulis Hukman Reni.
Sebelumnya, pada 11 Agustus 1953, Kusni Kasdut ditemani Bir Ali, anak Cikini, merampok seorang pengusaha Arab tajir bernama Ali Badjened. Aksi perampokan dilakukan pada sore hari dengan berbekal sepucuk pistol. Ali Badjened yang baru keluar dari kediamannya di kawasan Awab Alhajiri, Kebon Sirih, ditembak dari atas jip.
“Ali Badjened dirampok sore hari ketika baru saja keluar dari kediamannya di kawasan Awab Alhajiri. Dia meninggal saat itu juga akibat peluru yang ditembakkan dari jip oleh penjahat ini. Peristiwa itu sangat menggemparkan ketika itu karena masalah perampokan dengan membunuh korban belum banyak terjadi seperti sekarang,” tulis Alwi Shahab dalam buku Batavia Kota Banjir yang diterbitkan oleh Penerbit Republika 2009.
Baca juga: On This Day: 28 Maret 1830, Belanda Tangkap Pangeran Diponegoro Saat Berunding
Kusni Kasdut Terlibat Perang Kemerdekaan 1945-1949
Kusni Kasdut kecil tinggal bersama ibunya di daerah miskin Gang Jangkrik, Wetan Pasar, Malang. Ayah Kusni tidak jelas. Kusni kecil sering wara-wari di terminal bus kota Malang untuk menjual rokok dan permen kepada penumpang bus yang baru datang.
"Ia merasa di rumah, dihimpit tentang asal-usul dirinya yang ia sendiri tidak tahu. Hal itu mendesaknya untuk berontak,” tulis Saiful Rahim dalam biografi tentang Kusni: Perjalanan Hidup Kusni Kasdut (1980).
Kerasnya kehidupan terminal membuat Kusni menjadi pemberani. Saat dewasa, Kusni terlibat Perang Kemerdekaan (1945-1949).
Kusni ikut bergerilya melawan Belanda bersama gerakan rakyat dari Front Jawa Timur. Sebagai pejuang kemerdekaan Kusni mampu melakukan banyak peran.
Kusni tidak hanya lihai menenteng senjata. Ia juga jago mencari dana revolusi dengan cara merampok harta orang kaya.
Laksana Robin Hood, Kusni kerap membagikan hasil rampokannya kepada kaum miskin kota. Kusni juga dijuluki Sang Kancil karena lincah dalam mencari dana revolusi.
Baca juga: Sukarno Murka Berita Kelaparan, Terbitkan Buku Masak Mustika Rasa
Dikutip dari buku Penjahat Gaya (Orde) Baru: Eksplorasi Kejahatan Politik dan Kejahatan (2000) yang ditulis James Siegel, selama revolusi kemerdekaan Kusni menyumbang tenaga dengan cara merampok orang-orang Tionghoa. Hasil rampokannya dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam revolusi.
“Kusni menyumbangkan puluhan juta bagi revolusi. Dia tak tahu-menahu dan tidak mau tahu hasil jarahannya,” tulis Siegel dalam bukunya.
Pada 1949 Belanda secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia. Namun, nasib Kusni tidak seindah harapannya.
Setelah ikut berjuang mengusir Belanda, Kusni ditolak masuk militer. Kusni tidak punya keahlian lain untuk mencari uang. Kusni hanya bisa menenteng senjata dan merampok.
Akhirnya Kusni Kasdut memilih jalan pintas. Ia terjun ke dunia hitam. Ia melanggengkan kejahatan dalam mendapatkan uang, dari merampok hingga membunuh.
Baca juga: Kesederhanaan Bung Hatta: Ironi Sepatu Bally tak Terbeli dan Tas Branded Istri Pejabat
Permintaan Kusni Kasdut Sebelum Dieksekusi Mati
Permintaan terakhir Kusni Kasdut sebelum dieksekusi adalah ia ingin duduk di tengah keluarganya. Permintaan itu dikabulkan oleh Kepala penjara Kalisosok Surabaya. "Sembilan jam sebelum dibawa pergi tim eksekutor Kusni duduk di tengah anak, menantu, dan dua cucunya," tulis Hukman Reni dalam bukunya
Dalam pertemuan terakhir tersaji di atas meja: capcai, mi, dan ayam goreng kegemarannya. Saat semua keluarganya menangis, Kusni Kasdut tidak menangis. Kusni hanya berpesan agar honor dari kisahnya yang ditulis Parakitri Simbolon dan diterbitkan Gramedia diurus Bambang, anak dari istri pertamanya.
Waktu menjadi cepat berlalu. Pertemuan terakhir berakhir. Kusni dikembalikan ke dalam selnya. Kusni duduk dekat terali besi sambil menghisap kreteknya.
Kusni juga mengobrol dengan sipir, dan sesekali bersembahyang. Ketika tim eksekutor menjemputnya pukul 03.00, Kusni menolak disuruh mandi.
Di depan penjara sebelum menuju lapangan tembak Kusni menyalami petugas yang selama ini menjaganya. Kusni Kasdut dieksekusi dengan tiga peluru di jantung dan lima di perut.
“Dan ia tidak bergurau, di muka rumah penjara Kalisosok sebelum berangkat ke tempat eksekusi, ketika ia berkata: Semoga dalam perjalanan terakhir saya ini tidak ketemu setan... Haleluya... Haleluya.! Selesai sudah: Kusni Kasdut, 52 tahun dinyatakan telah menjalani hukuman ditembak sampai mati,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Perjamuan Terakhir Ignatius Waluyo (1980). (MHD)
Baca juga:
On This Day: 26 Maret 1968, Soeharto Terima Mandat Jadi Presiden Gantikan Sukarno
Orang Betawi Sakit Obatnya Cuma Dedaunan: Resep Ramuan Tradisional, dari Borok Hingga Keremian
Sukarno tak Puasa Ramadhan Saat Bacakan Teks Proklamasi, Apa Sebab?