REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Seorang ulama asal Palestina Syekh Abu Abdullah At Tamimi berharap Aceh juga terus memberikan dukungan dan sokongan terhadap rakyat Palestina yang saat ini masih terus berjuang untuk membebaskan masjid Al-Aqsa.
"Sokongan dan bantuan dari Aceh yang selama ini sering memberikan bantuan untuk warga negara Palestina dapat terus menerus diberikan sampai Palestina dibebaskan," kata Syekh Abu Abdullah At Tamimi, di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.
Hal itu disampaikan Syekh Abu Abdullah At Tamimi saat melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kota Banda Aceh yang didampingi langsung tim Komite Nasional Rakyat Palestina (KNRP), di Banda Aceh.
Syekh Abu Abdullah mengatakan Aceh dapat mengambil peran atau bagian di panggung dunia untuk menunjukkan bahwa penduduknya menjunjung tinggi keadilan serta kemerdekaan untuk Palestina.
"Bisa menjadi kebahagiaan di seluruh dunia jika kemudian Aceh ini mampu ikut dalam sebuah perkara yang menunjukkan menjunjung tinggi keadilan serta kemerdekaan," ujarnya.
Menurutnya, ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat Aceh, sekurang-kurangnya adalah doa, lalu bantuan materi dari penyisihan harta, serta kampanye pembebasan Masjid Al Aqsa.
Dirinya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Aceh yang selama ini juga selalu berada disamping Palestina terus mengalirkan bantuannya.
"Atas semua itu, bangsa Palestina tidak akan melupakan bantuan yang telah diberikan, terutama dari Aceh," katanya.
Dalam kesempatan ini, Syekh Abu Abdullah At Tamimi juga menyampaikan bahwa warga negara Palestina sampai saat ini masih mengalami penganiayaan dan penindasan luar biasa dari Israel dalam mempertahankan Masjid Al-Aqsa.
"Muslimin di sana mengalami penindasan luar biasa dari Israel yang merupakan yahudi zionis," ujarnya.
Ia menjelaskan, di antara penindasan yang paling berat dari otoritas Israel adalah meminta tanda izin bangunan kepemilikan rumah dari penduduk Palestina yang sudah berkediaman di daerah tersebut selama puluhan tahun.
Apabila penduduk Palestina tidak dapat menunjukkan tanda izin bangunan, maka rumahnya harus dihancurkan.
"Mekanisme penghancuran diberikan dua pilihan, pertama hancurkan sendiri dan kedua dikirim alat penghancur dari Israel, tetapi biaya penghancuran ditanggung pemilik rumah," katanya.
Sedangkan bagi penduduk Palestina yang mengantongi izin, rumah pemilik tidak dihancurkan. Tetapi, mereka akan menerima segala bentuk gangguan dari Yahudi agar tidak betah tinggal di daerah tersebut.
"Terkadang yang memiliki izin itu bertetangga dengan Yahudi, tetangga Yahudi itu akan mengganggu mereka agar tidak betah dan meninggalkan rumah," ujar Syekh Abu Abdullah.
Meskipun begitu, kata Syekh Abu Abdullah, masyarakat Palestina yang tinggal dekat dengan Masjid Al Aqsa akan terus bertahan di rumah mereka walaupun mendapat segala penindasan dan gangguan dari Israel.
"Atas segala penindasan, mereka yang rumahnya dekat dengan Masjid Al-Aqsa masih terus bertahan mempertahankan rumahnya," katanya.
Selain itu, kata Syekh Abu Abdullah, otoritas Israel juga mengganggu para pedagang yang berjualan di sekitar Masjid Al Aqsa dengan cara membuat dagangan mereka tidak ada yang membeli dan tidak laku sehingga tidak memiliki keuntungan dan pendapatan dari hasil penjualan.
"Kemudian saat pedagang ini sudah merasa kesulitan ekonomi, Yahudi Israel akan menawarkan cek kosong kepada pedagang yang merugi agar mereka mau menjual toko mereka kepada Israel," katanya.
Tidak hanya itu, otoritas Israel juga membuat batasan waktu dan tempat mengunjungi Masjid Al Aqsa dengan berbagai taktik.
"Salah satunya memasukkan pemukim ilegal ke dalam masjid suci tersebut agar kemudian terjadi keributan dengan warga Muslim Palestina," ujar Syekh Abu Abdullah.
Saat ini, jumlah penduduk Palestina mencapai 13 juta, 2 juta di Jalur Gaza, 4 juta di tepi barat, dan sekitar 7 juta mengungsi ke Turki dan Suriah.